HOLOPIS.COM, JAKARTA – PDIP menyiratkan bahwa pengajuan hak angket terkait dengan kecurangan Pemilu adalah karena potensi kecurangan yang terjadi di dalam pelaksanaan Pemilu 2024, termasuk Pemilu Legislatif.
Anggota DPR Fraksi PDIP, Aria Bima pun menuding hasil Pemilu keseluruhan berbeda dengan apa yang telah mereka alami belakangan ini. Sehingga, pria yang tersandung kasus gratifikasi di Pemkab Sidoarjo itu berdalih pentingnya pengajuan hak angket, termasuk untuk permasalahan Pileg.
“Mengenai hak angket, atau interpelasi atau pengawasan, DPR tidak boleh menutup mata apa yang terjadi di dalam pelaksanaan pemilu pileg dan pilpres kali ini berbeda dengan pemilu 2019, 2014, 2009, maupun 2004,” kata Aria Bima dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Selasa (5/3).
Aria Bima pun berdalih, PDIP sendiri sampai saat ini belum berencana buru-buru mengajukan hak angket tersebut karena masih dalam tahap kajian. Padahal, sejumlah partai masih berharap agar PDIP justru menjadi pelopor hak angket.
“Kita sampai hari ini, PDI Perjuangan melihat angket itu perlu tapi masih dalam kajian. Naskah akademis sudah disiapkan,” kilahnya.
Selain itu, Aria mengklaim elite politik sudah tidak bisa menjaga marwah demokrasi dan menuduh adanya kecurangan tanpa memberikan bukti yang konkret.
“Money politics yang sudah tidak normal lagi, satu suara bisa satu juta, satu suara bisa 400, satu suara bisa 300, ini apa-apaan. Rakyat belum siap akan liberalisme politik yang semacam ini, dibarengi elite yang tidak paham menjaga marwah demokrasi Pancasila ini berjalan dengan baik,” tudingnya.
Aria kemudian berdalih bahwa hak angket pemilu tidak ada kaitannya dengan pemakzulan presiden karena hanya sebatas mendalami kinerja beberapa kementerian yang melakukan fungsi kerjanya untuk kepentingan elektoral.
“Jadi mungkin angket tidak ada kaitan dengan pembatalan pemilu, angket juga tidak ada kaitan dengan pemakzulan. Kita hanya ingin tahu benarkah bansos berdampak secara elektoral atau digunakan untuk kepentingan elektoral?” tutupnya.