HOLOPIS.COM, JAKARTA – DPR didesak untuk memprioritaskan hak rakyat mengenai hasil Pemilu 2024 yang untuk sementara ini memenangkan pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming.
Pengamat politik, Igor Dirgantara mengatakan, dengan rencana pengajuan hak angket oleh pihak yang kalah dengan Pemilu sama saja dengan mencabut mandat hak yang telah diberikan rakyat kepada mereka.
“Hak angket sama saja dengan adanya keinginan untuk mengalahkan hak dan keputusan rakyat yang sudah memilih pasangan prabowo -gibran melalui pemungutan suara resmi pemilu 2024,” kata Igor dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Sabtu (2/3).
Selain itu, Direktur Eksekutif lembaga survei SPIN itu juga menganggap, problem dari hak angket yang kuat diwacanakan saat ini menjadi aneh bahkan terbilang lucu.
Hal itu karena justru hak angket diusulkan pertama kali oleh capres yang kalah dalam pemilu 2024, yaitu Ganjar Pranowo dan disupport oleh Anies Baswedan dan bukan diusulkan oleh anggota DPR.
“Jadi terkesan Ganjar dan Anies memang tidak menerima kekalahan dari pasangan Prabowo Gibran,” tegasnya.
Dengan adanya hak angket yang terus didorong oleh pihak yang kalah, dikhawatirkan justru memperuncing perselisihan di masyarakat yang sebagian besar sudah memberikan mandat kepada pasangan calon nomor urut 2.
“Hal ini potensi menyebabkan pertengkaran horisontal di masyarakat, menimbulkan kegaduhan, instabilitas politik dan keamanan,” tegasnya.
Igor pun kemudian mempertanyakan mengapa pihak yang kalah juga tidak menyerukan adanya kecurangan di Pemilu legislatif.
“Hal ini justru bisa menjadi komprehensif karena pemilu 2024 berjalan serentak. Otomatis tidak hanya Pilpres, tetapi kecurangan di Pemilu Legislatif juga akan menjadi sorotan,” urainya.
“Jika ini terjadi, maka anggota DPR yang mengusulkan hak angket ibarat sedang mencolok matanya sendiri. Ngomong itu gampang, yang sulit itu ngaca,” sambungnya.
Igor kemudian mempertanyakan, jika hak angket di lakukan siapa yang akan menjadi targetnya nanti.
“KPU, misalnya merupakan lembaga independen. Presiden juga tidak mungkin datang ke DPR untuk dijadikan pihak yang diangket,” tukasnya.
Oleh karena itu, Igor kemudian kembali menegaskan, hak angket seharusnya dilakukan untuk kepentingan masyarakat.
“Jadi bukan untuk kepentingan kontestasi kepemiluan yang sebenarnya sudah punya jalur penyelesaiannya sendiri sesuai UU No. 7 Tahun 2017, baik itu lewat Bawaslu (pelanggaran proses pemilu), DKPP (pelanggaran kode etik), Gakkumdu (tindak pidana pemilu), atau Mahkamah Konstitusi (perselisihan hasil suara),” tuntasnya.