HOLOPIS.COM, JAKARTA – Calon Wakil Presiden nomor urut 03, Mahfud MD memberikan penjelasan bagaimana polemik angket yang saat ini bergulir di kalangan elite politik pasca Pilpres 2024.

Menurutnya, persoalan dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi bisa ditindaklanjuti hanya di Mahkamah Konstitusi (MK) melalui sidang sengketa pemilu. Dalam hal ini, target bidikan hukumnya adalah KPU sebagai penyelenggara pemilu.

“Jalur hukum adresatnya KPU yang vonisnya hasil pemilu bisa dibatalkan oleh MK asal ada bukti yang valid dan signifikan, bukan bukti sembarangan,” kata Mahfud MD dalam kuliah tweetnya seperti dikutip Holopis.com, Senin (26/2).

Oleh sebab itu, siapa pun yang merasa dicurangi dan menemukan kejanggalan dalam Pemilu, maka sebaiknya mengumpulkan semua bukti yang valid dan akurat sehingga nanti bisa diproses hukum dengan baik di MK.

“Validasi bukti nanti dilakukan di sidang MK,” tegasnya.

Sementara itu, persoalan angket tidak bisa memberikan dampak hukum apa pun dalam perkara dugaan pelanggaran pemilu. Bahkan angket tidak bisa digunakan untuk memanggil KPU, melainkan Presiden sebagai lembaga eksekutif.

“Adapun adresat angket adalah Presiden, karena kebijakannya yang terkait pelaksanaan UU dalam kebijakan apa pun, termasuk kebijakan yang kemudian terkait dengan pemilu (bukan hasil pemilu),” tuturnya.

Sehingga dalam kesempatan itu, Mahfud yang juga mantan Menko Polhukam di Kabinet Indonesia Maju tersebut menegaskan kembali, bahwa dampak dari hak angket bukan yuridis, melainkan politis.

“Keputusan Angket adalah politik,” tandasnya.

Bedakan Fungsi Hak Angket dan Gugatan di MK

Mengingat saat ini hasil quick count maupun proses rekapitulasi berjenjang hasil Pemilu menunjukkan persentase suara Prabowo-Gibran menang telak dan berpotensi Pilpres 2024 berlangsung satu putaran saja.

Di mana suara paslon nomor urut 02 tersebut berada di 58,48% dengan data masuk 77,06%, maka gugatan dugaan kecurangan pemilu hanya bisa mengeliminir kemenangan Prabowo Subianto, dan jalurnya pun hanya di MK.

08.32
Data real count KPU dengan entry data 77,06 persen.

Sedangkan hak angket adalah untuk mengadili Presiden Joko Widodo secara politik karena kebijakannya terkait dengan kepemiluan.

Dan sekali lagi, Mahfud menyatakan bahwa dua perkara tersebut memiliki ranah dan target yang berbeda. Sehingga publik tidak boleh salah kaprah bahwa hak angket bisa menganulir suara Prabowo-Gibran.

“Jadi jika dipersonifikasikan, jalur hukum itu untuk menggugat kemenangan Pak Prabowo, sedang jalur angket untuk mengadili Pak Jokowi secara politik. Keduanya jalur yang terpisah,” pungkasnya.