Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa Indonesia memiliki 52% dari cadangan nikel dunia yang berjumlah 139,4 juta ton nikel. Porsi cadangan nikel di Indonesia itu setara dengan sekitar 72 juta ton menurut data yang dipaparkan ESDM melalui Booklet Tambang Nikel 2020. Maluku Utara menjadi salah satu daerah yang memiliki cadangan nikel terbesar. Data yang sama juga menunjukkan bahwa daerah itu memiliki 44 Izin Usaha Pertambangan (IUP), atau terbanyak ketiga setelah Sulawesi Tenggara (154 IUP) dan Sulawesi Tengah (85 IUP).
Diketahui, aktivitas pertambangan Harita berpusat di Pulau Obi, Maluku Utara. Berdasarkan dokumen paparan publik Harita tahun lalu, perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) itu memiliki dua tambang yang sudah menghasilkan sebanyak 10,72 juta wet metric ton (wmt) ore nikel sepanjang 2022.
Harita juga mencatat kepemilikan dua konsesi tambang baru yang rencananya mulai dieksplorasi pada 2024. Berdasarkan informasi, dua tambang nikel itu yakni tambang PT Obi Anugerah Mineral dengan luas 1.775 hektare dan PT Jikodolong Megah Pertiwi seluas 1.885 hektare.
Kemudian, dua tambang yang sudah beroperasi milik NCKL saat ini masing-masing memiliki luas 4.247 hektare di Kawasi dan seluas 1.277 hektare. Dua tambang itu dioperasikan oleh anak usaha yakni PT Gane Permai Sentosa.
Dalam catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dalam sejumlah pemberitaan, Tersangka AGK selama menjabat sebagai Gubernur Maluku Utara diduga mengobral 54 Izin Usaha Pertambangan.
Berdasarkan data Jatam, disebutkan Izin-izin tambang yang bermasalah itu empat di antaranya dikeluarkan kepada PT Halmahera Jaya Mining, PT Budhi Jaya Mineral, CV Orion Jaya, dan PT Kieraha Tambang Sentosa. PT Budhi Jaya Mineral merupakan anak perusahaan Harita Group yang beroperasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan.
Dalam operasionalnya, Jatam menyebut perusahaan-perusahaan di bawah Harita Group diduga mencaplok lahan-lahan warga, mencemari sumber air dan perairan laut, melakukan intimidasi dan kekerasan serta kriminalisasi terhadap warga, hingga terganggunya kesehatan warga yang diduga akibat operasi pembangkit listrik tenaga batubara di kawasan industri Harita.
Jatam menduga tindak pidana korupsi yang melibatkan Abdul Ghani Kasuba dan Stevi Thomas yang juga menjabat sebagai Komisaris di PT Gane Tambang Sentosa, yang juga merupakan anak perusahaan Harita Group, menunjukkan praktik pengelolaan pertambangan di Maluku Utara yang penuh dengan transaksional. Dimana, sebut Jatam, elit politik lokal dan pengusaha tambang justru bersekongkol, mengeruk kekayaan tambang untuk kepentingan diri dan kelompok.
Selain penindakan, KPK juga fokus pada upaya mencegah. Termasuk salah satunya pertambangan. KPK mengingatkan agar tata kelola pertambangan dilakukan secara baik dan benar, serta terhindar dari praktik rasuah agar jangan sampai menimbulkan kerugian kerugian yang lebih besar lagi bagi masyarakat dan negara.
Alexander Marwata mengakui perizinan seringkali menjadi komoditas bagi kepala daerah untuk diperjualbelikan. Hal itu berkaca dari sebagian besar kasus yang ditangani KPK.
“Kita ketahui bersama di Malut itu kan salah satu sumber nikel, banyak perusahaan-perusahaan dan usaha yang berusaha mendapatkan izin penambangan di sana,” ungkap Alex, sapaan Alexander Marwata.