HOLOPIS.COM, JAKARTA – Di tengah gebrakan warna-warni dan gemerlap lampu-lampu menyala, Tahun Baru Imlek datang dengan warisan budaya yang kaya. Salah satu ikoniknya adalah kue keranjang, atau yang dalam bahasa Mandarin disebut ‘nian gao’.
Di balik rasa manisnya yang lezat, kue ini menyimpan sejarah yang kaya dan simbolisme yang dalam dalam budaya Tionghoa. Mari kita telusuri jejak sejarah kue keranjang yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Tahun Baru Imlek.
Asal-usul
Sejarah kue keranjang dapat ditelusuri kembali ke zaman Dinasti Tang (618–907 M), di mana kue ini pertama kali disebutkan dalam catatan sejarah Tiongkok kuno. Menurut legenda, kue keranjang memiliki asal-usul mitologis yang terkait dengan penyelamat Nian, sebuah monster yang konon muncul setiap tahun untuk memangsa penduduk desa. Kue keranjang diyakini memiliki kekuatan magis untuk mengusir monster tersebut.
Simbolisme
Nama ‘nian gao’ sendiri memiliki makna filosofis yang dalam. ‘Nian’ berarti tahun, sementara ‘gao’ memiliki arti ketinggian atau naik. Bersama-sama, ‘nian gao’ dapat diartikan sebagai harapan akan kenaikan, peningkatan, atau kemajuan di tahun yang baru.
Bentuk bulat kue keranjang melambangkan kelengkapan atau kesempurnaan dalam segala hal, sementara kandungan manisnya melambangkan harapan akan kehidupan yang manis dan bahagia di masa depan.
Tradisi dan Perayaan
Kue keranjang menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Tahun Baru Imlek di seluruh dunia. Di Tiongkok, kue ini disajikan sebagai hidangan penutup dalam makan malam Tahun Baru Imlek, seringkali dengan harapan akan kesejahteraan dan kemakmuran di tahun yang baru.
Di samping itu, kue keranjang juga sering dijadikan hadiah atau pemberian kepada keluarga dan teman sebagai tanda penghormatan dan harapan akan kebahagiaan di masa mendatang.
Sobat Holopis sudah makan kue keranjang belum?