HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah resmi menaikkan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dari yang semula sebesar 5 persen menjadi 10 persen.

Ketetapan kenaikan pajak BBM itu tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang berlaku mulai 5 Januari 2024 lalu.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, bahwa kenaikan pajak BBM tersebut berpotensi mengerek harga BBM. Sebab, jelasnya, PBBKB masuk dalam komponen pembentukan harga BBM.

“Saya kira kenaikan pajaknya dilekatkan pada harga sehingga pasti ada kenaikan 10 persen, misalnya sekarang yang dinaikan, harganya Rp 10 ribu naik jadi Rp 11 ribu,” kata Fahmy dalam keterangan tertulis yang dikutip Holopis.com, Rabu (31/1).

Kendati demikian, Fahmy melihat kenaikan harga BBM tidak akan diterapkan dalam waktu dekat ini, mengingat saat ini Indonesia bersiap untuk menggelar pesta demokrasi lima tahunan.

“Saya kira tahun politik ini tidak akan diterapkan secara meluas. Karena itu akan mempunyai dampak terhadap peningkatan inflasi, kemudian penurunan daya beli dan ini bisa memicu pergolakan sosial itu berbahaya,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang berbeda, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengakui, bahwa PBBKB merupakan salah satu komponen pembentukan harga BBM. Namun ia memastikan, kenaikan pajak BBM itu tidak akan berdampak pada BBM bersubsidi, seperti Pertalite dan Solar subsidi.

“Namun, kenaikan PBBKB ini hanya akan berdampak pada harga jual BBM non-subsidi. Sementara BBM jenis Pertalite dan Solar yang disubsidi, harganya akan tetap jika tidak ada perubahan dari pemerintah pusat,” jelas Irto.

Selain itu, lanjut Irto, besaran PBBKB merupakan kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda). Sehingga menurutnya, harga BBM di setiap daerah nantinya akan berbeda-beda sesuai dengan aturan yang berlaku.