Atas inisiatif dari Reyna Usman, sekitar Maret 2012 dilakukan pertemuan pembahasan awal yang dihadiri I Nyoman Darmanta dan Karunia selaku Direktur PT AIM. Atas arahan Reyna Usman, kemudian disusun harga perkiraan sendiri (HPS) dengan menggunakan data tunggal dari PT Adi Inti Mandiri.
KPK menduga perusahaan milik Karunia sejak awal proses lelang telah dikondisikan sebagai pihak pemenangnya. Dalam pengondisian itu, Karunia sebelumnya telah menyiapkan 2 perusahaan lain seolah-olah ikut serta dalam proses penawaran dengan tidak melengkapi syarat-syarat lelang sehingga nantinya PT Adi Inti Mandiri dinyatakan sebagai pemenang lelang.
Ironinya ketika kontrak pekerjaan dilaksanakan, setelah dilakukan pemeriksaan dari Tim Panitia Penerima Hasil Pekerjaan didapati adanya item-item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang disebutkan dalam surat perintah mulai kerja.
Di antaranya komposisi hardware dan software. Selain itu atas persetujuan I Nyoman Darmanta selaku PPK, dilakukan pembayaran 100 % ke PT Adi Inti Mandiri walaupun fakta dilapangan untuk hasil pekerjaan belum sepenuhnya mencapai 100 persen.
Adapun kondisi faktual dimaksud di antaranya belum dilakukan instalasi pemasangan hardware. Selain itu, software sama sekali untuk yang menjadi basis utama penempatan TKI di negara Malaysia dan Saudi Arabia.
Harga paket proyek pada tahun 2012 itu senilai Rp 20 miliar. Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan RI, dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam pengadaan ini sejumlah sekitar Rp 17, 6 miliar.
Atas dugaan perbuatannya, ketiga tersangka itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Penmberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.