“Ditemukan bahwa ada transfer juga dari yang bersangkutan kepada tersangka yang satu itu,” ujar Nawawi.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak sebelumnya juga memastikan bahwa pihaknya bakal memanggil dan memeriksa jajaran petinggi Harita Group atau anak usahanya PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL). Upaya itu bakal dilakukan guna mendalami dugaan perbuatan suap tersangka Stevi Thomas kepada Abdul Gani Kasuba.
“Bukan ada kemungkinan, pasti mengarah kesana (pemanggilan dan pemeriksaan jajaran petinggi Harita Group atau PT Trimegah Bangun Persada Tbk), mengarah kesana,” kata Johanis Tanak, Kamis (18/1).
Dikatakan Johanis, pemeriksaan terhadap saksi-saksi, termasuk nantinya petinggi Harita Group atau PT Trimegah Bangun Persada Tbk dilakukan penyidik guna mencari atau menguatkan perbuatan melawan hukum. KPK tak masalah jika ada tersangka atau saksi yang membantah melakukan rasuah. Sebab, lembaga antikorupsi akan menggali dari keterangan atau bukti serta temuan lain.
Johanis memastikan pihaknya bakal mengusut keterlibatan pihak-pihak yang terkait dalam dugaan suap ini. Tak terkecuali dugaan andil jajaran petinggi korporasi atau kepentingan korporasi Harita Group atau PT Trimegah Bangun Persada Tbk. KPK juga tegas menjerat pidana korporasi jika ditemukan bukti permulaan.
“Penyidk yang nanti akan memeriksa semua keterangan. Karena dalam melakukan pemeriksaan menurut hukum itu menggunakan asas audi et alteram partem, jadi semua pihak didengar sehingga tidak ada satu pihak pun yang akan bisa memberikan keterangan yang tidak memberikan suatu kepastian. Jadi si A boleh mengatakan tidak tetapi si B C mengatakan Iya, jadi inilah pentingnya pemeriksaan yang menggunakan asas audi et alteram partem jadi mendengar semua pihak ngga boleh satu pihak, ini kan sedang dilakukan,” ungkap Johanis.
Dalam pengusutan kasus ini, Rumah Stevi Thomas dan kantor NCKL diketahui telah digeledah tim penyidik KPK beberapa waktu lalu. Sejumlah temuan diamankan penyidik KPK dari penggeledahan itu.
Sejauh ini, KPK baru menetapkan 7 orang tersangka dugaan suap proyek, perizinan, dan jual beli jabatan usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) di wilayah Malut dan Jakarta pada Senin (18/12). Ketujuh orang tersangka itu yakni Abdul Ghani Kasuba (AGK) selaku Gubernur nonaktif Malut, Adnan Hasanudin (AH) selaku Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Malut.
Kemudian, Daud Ismail (DI) selaku Kadis PUPR Pemprov Malut, Ridwan Arsan (RA) selaku Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ), Ramadhan Ibrahim (RI) selaku ajudan, Direktur Eksternal PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), anak usaha Harita Group, Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW) selaku swasta.
Dalam perkaranya, Abdul Ghani ikut serta dalam menentukan siapa saja dari pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan. Untuk menjalankan misinya tersebut, Abdul Ghani kemudian memerintahkan Adnan, Daud, dan Ridwan untuk menyampaikan berbagai proyek di Provinsi Malut.
Adapun besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Malut mencapai pagu anggaran lebih dari Rp 500 miliar, di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.
Dari proyek-proyek tersebut, Abdul Ghani kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor. Selain itu, Abdul Ghani juga sepakat dan meminta Adnan, Daud dan Ridwan untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar pencairan anggaran dapat segera dicairkan.
Di antara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang yaitu Kristian. Selain itu, Abdul Gani Kasuba diduga salah satunya menerima suap dari Stevi Thomas melalui Ramadhan Ibrahim. Sejauh ini KPK menduga pemberian uang oleh Stevi Thomas itu terkait pengurusan perijinan pembangunan jalan yang melewati perusahaannya.
Abdul Ghani selain itu juga diduga menerima uang dari para ASN di Pemprov Malut untuk mendapatkan rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan di Pemprov Malut.