HOLOPIS.COM, JAKARTA – Calon Wakil Presiden nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka kembali mempertanyakan istilah di dalam debat keempat yang diselenggarakan oleh KPU. Jika di debat sebelumnya, Gibran bertanya soal SGIE (State of The Global Islamic Economy) yang ditanyakan ke Cak Imin dan carbon capture and storage untuk Mahfud MD, kali ini Greenflation ditanyakan Gibran ke Mahfud MD.
“Saya tanya masalah inflasi hijau, kok malah menjelaskan ekonomi hijau, Prof Mahfud yang namanya greenflation itu, inflasi hijau itu,” kata Gibran dalam debat Cawapres yang diselenggarakan di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (21/1) seperti dikutip Holopis.com.
Sayangnya, Mahfud menganggap pertanyaan Gibran tidak pantas dijawab dan dianggap sebagai pertanyaan receh.
“Gini lho, kalau akademisi itu, gampangnya kalau bertanya yang gitu-gitu itu recehan, recehan, recehan. Oleh sebab itu, itu tidak layak dijawab menurut saya,” respons Mahfud.
Sontak, di sesi lain Gibran pun mengembalikan respons Mahfud tersebut. Jika memang pertanyaannya dianggap terlalu receh, seharusnya Cawapres nomor urut 03 tersebut mampu menjawabnya.
“Ya kalau receh ya dijawab Pak, gitu lho, segampang itu,” tukasnya.
Lantas apa sebenarnya greenflation. Menurut literasi Philonomist.com dijelaskan bahwa greenflation mengacu pada kenaikan harga bahan mentah dan energi sebagai akibat dari transisi hijau.
Greenflation mencerminkan pengertian bahwa kenaikan harga dapat bersifat jangka panjang, seiring dengan upaya negara-negara untuk memenuhi komitmen lingkungan mereka. Meningkatnya pengeluaran untuk teknologi bebas karbon menyebabkan kenaikan harga bahan-bahan yang strategis untuk infrastruktur tersebut.
Sementara itu, intensifikasi peraturan lingkungan hidup yang membatasi investasi pada proyek pertambangan yang berpolusi tinggi juga membatasi pasokan bahan baku, yang juga mengakibatkan kenaikan harga. Oleh karena itu, transisi hijau menjadi lebih mahal karena penerapannya lebih luas.
Dengan demikian, pajak karbon yang masuk akal dari sudut pandang lingkungan hidup, menyebabkan harga bahan bakar naik. Hal itulah yang memicu gerakan protes Rompi Kuning di Prancis pada tahun 2018. Dari segi logam strategis, harga litium yang digunakan untuk membuat baterai mobil listrik meningkat sebesar 400% pada tahun 2021. Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut, sementara permintaan litium diperkirakan akan meningkat sebanyak 40 kali lipat pada tahun 2040.
Hal yang sama berlaku untuk aluminium, yang digunakan untuk menghasilkan energi surya dan angin, yang harganya naik dua kali lipat antara tahun 2021 dan 2022, dan mencapai titik tertinggi sepanjang masa. Tren ini juga diperkirakan akan bertahan lama, karena Tiongkok, yang memproduksi 60% dari seluruh aluminium, telah memutuskan untuk membatasi produksi pabrik baru yang berpolusi tinggi, untuk mencapai netralitas karbon.