Sosok seorang muda terkuak dari penampilan dalam debat kali ini. Gibran menunjukkan sosok yang paling mengerti anak muda dibandingkan Cak Imin dan Pak Mahfud.
Retorikanya pun terlihat natural dan sesekali bernada keisengan ala anak muda yang membuat lawan debatnya tidak berkutik seperti pertanyaannya tentang regulasi carbon captured kepada Pak Mahfud dan pertanyaan tentang posisi perkembangan ekonomi Islam kepada Cak Imin.
“Dengan penampilan penuh percaya diri ini, Saya menilai Gibran : sembilan (9),” ujarnya.
Terkahir, Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD dinilai jauh dari kapasitas seorang intelektual dan seorang menteri yang berpengalaman. Pernyataan pembukaan terlihat tidak terlalu fokus dan out of topic debat kedua kali ini.
“Dalam merespon pertanyaan seringkali pembukaan terlalu panjang sedangkan substansi yang disampaikan tidak menjawab pertanyaan. Blunder dalam mengkritik duta besar yang tidak bekerja semestinya karena kurang kompeten yang disebkan proses rekrutmen yang jelek,” katanya.
Hal seperti ini mestinya tidak perlu disampaikan ketika diberikan kesempatan menjelaskan gagasan tentang upaya optimalisasi perjanjian perdagangan internasional dalam rangka peningkatan ekspor,” lanjutnya.
Kemudian Dr. Tirta mengatakan, pukulan telak bagi Pak Mahfud adalah ketika Gibran menanyakan soal regulasi carbon captured yang tidak bisa dijawab. Menurutnya, Mahfud harusnya bisa lebih baik mengakui bila tidak paham dibandingkan jawaban melebar kemana-mana menandakan ketidakpahaman beliau.
“Secara umum terlihat Pak Mahfud tidak terlalu menguasai isu ekonomi dan perdagangan. Mungkin karena Pak Mahfud adalah ahli hukum. Tapi itu bukan sebuah apologi yang bisa diterima publik,” jelasnya.
“Akhirnya, pernyataan penutupan Pak Mahfud yang membaca deretan puluhan program terasa kering dan tidak mengena.Bahkan gagal dimanfaatkan dengan baik untuk mengajak khalayak mendukungnya. Saya menilai tujuh (7),” pungkasnya.