HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Jaringan Nasional Aktivis ’98 (Jarnas Aktivis ’98), Sangap Surbakti memberikan respons jelang hakim Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang hendak membacakan putusan sidang etik hakim pada hari ini, Selasa (7/11).
Menurutnya, putusan MKMK yang bakal dibacakan tersebut sejatinya hanya akan memutus perkara etik hakim, bukan pada hasil putusannya yang sudah dinyatakan inkrakh dan bersifat final and binding. Sehingga menurutnya sangat keliru jika putusan MKMK justru membuat putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 gugur.
“Bila MKMK membuat keputusan atau penilaian yang dapat membatalkan putusan MK itu sendiri merupakan perbuatan atau tindakan hukum yang jauh lebih berbahaya dari Keputusan MK tentang syarat batas usia calon presiden dan wakil presiden,” kata Sangap kepada Holopis.com hari ini.
Penilaian tentang etik tentu tak dapat membatalkan tindakan konstitusional yang final dan mengikat. Keputusan Majelis Kehormatan itu tidak sederajat dengan keputusan MK yang kewenangannya di atur dan disebut dalam UUD 1945.
“Tidak ada korelasi langsung antara yang punya kepentingan Gibran sebagai role model itu melakukan sendiri gugatan, apakah membiayai atau sewa lawyer,” tandasnya.
Sebelumnya, MKMK yang dipimpin oleh Prof Jimly Asshiddiqie berencana melakukan sidang pembacaan putusan perkara dugaan pelanggaran kode etik kehakiman yang sudah dijalaninya sejak sepekan terakhir ini. Banyak laporan yang disampaikan kepada MKMK, namun mayoritas hakim yang dilaporkan adalah Anwar Usman yang notabane adalah Ketua MK.
Anwar Usman dilaporkan karena dugaan pelanggaran kode etik kehakiman karena memutus perkara 90/PUU-XXI/2023 yang notabane memiliki kedekatan khusus dengan pribadi hakim tersebut. Dimana Gibran Rakabuming Raka yang masuk menjadi materi gugatan pasal 169 huruf q UU Pemilu secara pribadi adalah keponakan Anwar Usman, sehingga dugaan dialamatkan kepadanya adalah putusan tersebut sarat akan conflict of interets.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD sebelumnya juga ikut memberikan komentar tentang jelang putusan MKMK atas sidang kode etik kehakiman. Ia menegaskan bahwa apapun yang sudah menjadi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebenarnya sifatnya sah dan mengikat.
Hal ini disampaikan Prof Mahfud saat ditanya tentang polemik putusan MK atas nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang saat ini tengah menjadi perdebatan publik.
“Putusannya bersifat final dan mengikat, selesai, tidak ada bandingnya,” kata Mahfud MD dalam sebuah diskusi dengan tajuk ‘Ngopi Bareng Menko Polhukam’ di Hotel The Rinra, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Rabu (1/11) malam.
Apakah putusan itu melanggar hukum, bagi Mahfud tidak ada pelanggaran hukum terhadap putusan tersebut. Bahkan putusan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang diputuskan oleh majelis hakim MK dalam pembacaan putusan pada hari Senin (16/10) lalu, harus diikuti.
“Harus diikuti,” tegasnya.