HOLOPIS.COM, JAKARTA – Hakim ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Prof Jimly Asshiddiqie memberikan klarifikasi terkait dengan beredarnya dokumen soal gugatan syarat batas usia Capres-Cawapres yang diajukan oleh Almas Tsaqib Birru.

Yang mana gugatan yang diajukan Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) tersebut tercatat dalam nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang telah diputuskan oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari Senin, 16 Oktober 2023 lalu.

Diterangkan Prof Jimly, bahwa dokumen yang tersebar di media sosial bukan dokumen gugatan final, melainkan bahan tahap awal yang masih salah administrasi karena tak dibubuhi tanda tangan pemohon.

“Memang awal tidak ada tanda tangan, tapi kan ada sidang klarifikasi, sidang pendahuluan. Nah, itu sudah diperbaiki,” kata prof Jimly di gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (2/11) seperti dikutip Holopis.com.

Sepanjang proses persidangan yang dilakukannya, ditemukan klarifikasi bahwa dokumen yang dimaksud sudah dalam tahap perbaikan saat pekara itu disidangkan dan diputuskan

Sebelumnya Perhimpunan Bantuan Hukum dan Indonesia (PBHI) melampirkan bukti baru dalam sidang lanjutan dugaan pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman cs di Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). PBHI menyebut dokumen perbaikan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 ternyata tidak ditandatangani oleh pemohon Almas Tsaqibbirru Re A dan kuasa hukumnya.

“Terkait dengan dokumen, kami mendapatkan dokumen langsung dari situs MK bahwa kami melihat, permohonan perbaikan yang diserahkan oleh pemohon juga tidak ditandatangani oleh kuasa hukum pemohon ataupun pemohon itu sendiri,” ujar Ketua PBHI Julius Ibrani dalam sidang pemeriksaan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, (2/11).

Menurut Julius jika dokumen tersebut tidak ditandatangani oleh pemohon dan kuasa hukumnya, maka seharusnya dianggap tidak pernah ada perbaikan permohonan. Bahkan, lanjutnya, permohonan uji materi bisa dibatalkan.