Selasa, 21 Januari 2025
Holopis.comNewsPolhukamPutri Gus Dur Nilai Negara Biang Kerok Kerusuhan Rakyat

Putri Gus Dur Nilai Negara Biang Kerok Kerusuhan Rakyat

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Putri almarhum Gus Dur, Alissa Qudratunnada Munawaroh Wahid alias Alissa Wahid merasa miris dengan berbagai konflik agraria yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Berbagai kerusuhan terjadi di berbagai daerah karena latar belakang proyek pembangunan yang dijalankan oleh negara melalui instrumen pemerintahannya.

“Jelas sekali semua kasus seperti ini berasal dari persoalan cara memandang rakyat dalam agenda pembangunan,” kata Alissa dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Minggu (24/9).

Ia menilai bahwa perlawanan masyarakat terhadap agenda negara dalam merelokasi maupun menggusur mereka dari tempat tinggalnya tidak mungkin terjadi, jika negara memperlakukan masyarakat dengan baik, manusiawi dan adil.

“Di tempat-tempat berbeda itu, rakyat tidak ujug-ujug marah,” tuturnya.

Mereka menurut Alissa, hanya berusaha untuk mempertahankan tanah mereka atas upaya pemerintah mengambilnya dengan cara paksaan, baik dalam bentuk intimidatif maupun represif melalui instrumen aparat keamanan.

“Ketika tanah mereka diambil, baik dengan intimidasi soft maupun kasar, wajar rakyat mulai melawan. Mereka tidak butuh orang luar,” ujarnya.

Alissa menuding bahwa mereka yang menyalahkan rakyat secara sepihak atas kerusuhan pembukaan lahan untuk kepentingan pembangunan adalah sikap yang naif dan tak bernurani sama sekali. Apalagi jika menuding bahwa kerusuhan yang ada adalah faktor dari pihak luar yang memprovokasi mereka untuk bersikap chaos.

“Naiflah yang menganggap rakyat tidak punya nurani, nalar dan kearifannya, sehingga butuh provokasi dari luar untuk berjuang,” tandasnya.

Pejabat Hanya Lihat Untung

Lebih lanjut, di dalam testimoninya, Alissa Wahid mengatakan bahwa dirinya sering ketemu dengan para pejabat dan para wakil rakyat yang saat berbicara membahas tentang rakyat. Ia menyebut bahwa mereka menganggap rakyat adalah entitas yang lemah dan bodoh terhadap kepentingan bangsa dan negara.

“Yang menganggap rakyat boleh dikorbankan. Yang menganggap rakyat tak tahu diuntung, sudah dapat ganti rugi besar, ganti rugi?. Para pejabat ini menganggap urusan tanah hanya urusan harga yang lebih tinggi. Bukan soal jatidiri, sejarah, dan penghidupan sang rakyat,” ketusnya.

Jika memang tujuan para pejabat dan para pemangku kebijakan itu ingin membuat rakyat sejahtera, maka sejatinya penggusuran dan pemaksaan rakyat untuk angkat kaki dari tanah mereka tidak perlu dilakukan.

Baca selengkapnya di halaman kedua.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

BERITA TERBARU

Viral