HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah (GKK) atau Karen Agustiawan (KA) mengungkap keterlibatan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan dalam pengadaan liquefied natural gas (LNG) pada PT Pertamina Persero tahun 2011 sampai 2021 yang berujung rasuah.

Menurut Karen, Dahlan Iskan mengetahui dan turut merestui kontrak pengadaan LNG pada saat itu.

Hal itu terungkap usai Karen menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa, (19/9) malam. Mengenakan rompi orange KPK dengan tangan terborgol, Karen dijebloskan ke Rutan KPK usai menjalani pemeriksaan dalam kapasitasnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan LNG pada PT Pertamina Persero tahun 2011 sampai 2021.

Menurut Karen, Dahlan mengetahui pengadaan LNG tersebut lantaran yang bersangkutan selaku Menteri BUMN saat itu merupakan penanggung jawab dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional serta Inpres 14 tahun 2014. Bahkan Dahlan disebut menyetujui saat proses pengadaan LNG itu melalui disposisi tandatangan.

“Pak Dahlan tahu karena Pak Dahlan penanggung jawab di dalam Inpres. Itu jelas banget (ada disposisi tanda tangannya Dahlan Iskan),” ungkap Karen, seperti dikutip Holopis.com.

Sayangnya, Karen tak merinci lebih lanjut terkait hal tersebut. “Tolong nanti ditanyakan ke Pertamina, di situ ada jelas bahwa ada targetnya,” imbuh Karen.

Karen menyebut pengadaan LNG merupakan
aksi korporasi Pertamina, bukan pribadinya. Hal itu sekaligus menepis tudingan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan manuver pribadi Karen selaku Dirut Pertamina dalam pengadaan LNG yang berujung kerugian negara Rp 2,1 triliun itu.

“Jadi pengadaan LNG ini bukan aksi pribadi, tapi merupakan aksi korporasi Pertamina,”

Sebagai pelaksana Inpres itu, klaim Karen, dirinya sudah menjalankan pengadaan sesuai prosedur. Yakni, mulai pada tahap perencanaan yang melibatkan sejumlah konsultan, hingga akhirnya diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

“Yang namanya instruksi presiden itu adalah perintah jabatan, harus dilaksanakan,” ujar dia.

Tepis tudingan ‘bermain’ sendiri, Karen menyebut jajaran direksi perusahaan pelat merah tersebut tahu dan turut merestui pengadaan LNG tersebut. Sebab itu, ditegaskan Karen, jajaran direksi Pertamina dan pemerintah tahu soal proses pengadaan ini.

“Itu sudah disetujui oleh seluruh direksi secara kolektif kolegial, secara sah, karena ingin melanjutkan apa yang tertuang di dalam proyek strategis nasional,” tutur Karen menambahkan.

Karen heran mengapa dirinya yang dituding berbuat rasuah dalam pengadaan ini. Namun, Karen tak mau banyak bicara soal dugaan dirinya dikorbankan atas kasus yang sedang ditangani KPK ini.

“Saya tidak mau komen (dikorbankan siapa, red),” tandas Karen.

KPK sebelumnya menyebut pengadaan liquefied natural gas (LNG) oleh PT Pertamina (Persero) sebagai alternatif mengatasi kekurangan gas di Tanah Air tak melalui kajian. Selain itu, Karen Agustiawan yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina juga disebut tak melaporkan keputusannya ke dewan komisaris.

“GKK alias KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan CCL (Corpus Christi Liquefaction, tidak dibacakan) LLC Amerika Serikat tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero,” ucap Ketua KPK Firli dalam jumpa pers penahanan Karen.

Diklaim Firli, pelaporan harusnya dilakukan karena akan dibawa dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). “Sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu,” ujar dia.

KPK menduga perbuatan Karen membuat negara merugi hingga sekitar 140 juta dolar Amerika Serikat atau Rp 2,1 triliun. Penyebabnya, kargo LNG yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik.

Akibatnya kargo over supply dan kejadian ini membuat penjualan harus dilakukan di pasar internasional dengan kondisi rugi. Padahal, komoditas ini juga tak pernah masuk ke Indonesia dan dipergunakan seperti tujuan awalnya.

Dalam pengusutan kasus ini, KPK telah memeriksa banyak saksi. Di antaranya Dirut Pertamina periode 2014-2017 Dwi Soetjipto, Senior VP Gas Pertamina periode 2011-2012 Nanang Untung, mantan Direktur Utama Pertagas Niaga Jugi Prajogio hingga Dirut PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero) periode 2011-2014 Nur Pamudji.

Kemudian, Dahlan Iskan beberapa waktu lalu. Saat memeriksa Dahlan sebagai saksi kasus ini, penyidik KPK mendalami kontrak pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021. Selain itu, penyidik juga mendalami penentuan kebijakan Pemerintah dalam menetapkan kebutuhan Liquefied Natural Gas (LNG) di Indonesia pada saat itu.

“Dikonfirmasi mengenai proses dilakukannya kontrak pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT PTMN (Pertamina) tahun 2011-2021,” Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.

Usai diperiksa, Dahlan enggan mengungkap materi pemeriksaannya. Dalam pemeriksaan, Dahlan mengaku ditunjukan sejumlah dokumen oleh penyidik KPK.

“(Pemeriksaan) Lama karena baca dulu dokumen-dokumen lama, ternyata tandatangan saya berbeda ya antara (saat menjabat) Dirut PLN sama Menteri. Saya baru ingat,” ucap Dahlan sebelum meninggalkan gedung KPK, Jakarta.

Selebihnya, Dahlan tak mau bicara banyak. Ia hanya mengatakan diperiksa untuk melengkapi berkas perkara salah satu tersangka, yakni mantan Dirut PT Pertamina Persero, Karen Agustiawan. Namun, Dahlan enggan mengungkap lebih lanjut soal dugaan rasuah yang menjerat Karen. Ia mengklaim sudah menjelaskan yang diketahuinya terkait pengadaan itu ke penyidik.

“(Pemeriksaan) terkait Bu Karen. Iya (tersangka Karen Agustiawan),” kata Dahlan.

Dalam pengusutan kasus ini, KPK juga telah meminta Ditjen Imigrasi Kemenkumham mencegah empat orang ke luar negeri. Berdasarkan informasi yang dihimpun, para pihak yang dicegah yakni mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan, eks Direktur Gas dan Energi Baru Terbarukan Pertamina Yenni Andayani, eks Direktur Gas Pertamina Hari Karyuliarto, dan anak kedua Karen bernama Dimas Mohamad Aulia.