HOLOPIS.COM, JAKARTA – Politisi senior DPP Partai Demokrat, Harman Benediktus Kabur alias Benny Kabur Harman menyampaikan beberapa alasan mengapa banyak kader termasuk pimpinan tingginya marah kepada Anies Baswedan.
Hal ini bukan semata soal Anies memilih Muhaimin Iskandar, akan tetapi soal etika bekas Gubernur DKI Jakarta itu dalam berkomunikasi politik.
“Dua hal ini yang bikin para kader demokrat marah besar kepada Capres Anies. Pertama, dia sendiri yang minta Ketum Demokrat AHY jadi Cawapres, tertulis tangan. Namun di saat yang sama diam-diam mengajak Ketum PKB Cak Imin jadi Cawapresnya dan dideklarasikan,” kata Benny dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Minggu (3/9).
Ia menegaskan bahwa masuknya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan, sekaligus penetapan Anies – Cak Imin sebagai pasangan Capres-Cawapres sebenarnya sama sekali tidak dikomunikasikan dengan dua Ketua Umum partai politik pengusung, baik kepada Partai Demokrat maupun Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
“Tidak pernah dikomunikasikan dan dibicarakan dengan pimpinan Parpol Koalisi lainnya,” ujarnya.
Padahal kata Benny, jika semua langkah yang diambil tidak sepihak dan melibatkan peran serta semua komponen, maka kekacauan koalisi tidak akan terjadi. Sehingga dengan demikian, Benny menerangkan bahwa baik Partai NasDem dalam hal ini Ketua Umumnya yakni Surya Paloh dan Anies Baswedan sebagai bacapres yang diusungnya sama sekali tidak memiliki adab dalam berpolitik.
“Kalaupun pindah atau ada partai koalisi yang tidak berkenan dengan alasan tertentu, maka kita duduk bersama. Diskusikan dan selesaikan. Selalu ada jalan. Itu adabnya,” terangnya.
Di sisi lain, Benny juga menyebut bahwa Koalisi Perubahan untuk Persatuan ternyata sudah dibubarkan oleh Anies Baswedan secara sepihak sebagai Capres, di mana memang 3 (tiga) partai politik pengusungnya sudah memberikan mandat untuk menjadi pimpinan koalisi.
Namun, semua keputusan seharusnya harus dilakukan secara musyawarah mufakat. Terlebih, di dalam semua pembahasan strategi politik yang ada, sudah dibentuk Tim 8 sebagai jembatan komunikasi di koalisi tersebut.
“Kedua, diam-diam pak Anies membubarkan secara sepihak Koalisi Perubahan dan membentuk Koalisi baru dengan melibatkan PKB. Ini juga sepihak. Tidak pernah bicarakan soal ini dengan Partai Demokrat,” tandasnya.
Dengan demikian, pada umumnya Anies Baswedan sedang menyampakkan Partai Demokrat termasuk Ketua Umumnya yakni AHY. Padahal di awal-awal mengajak Demokrat berkoalisi, ia yang berjanji dan meminta secara langsung AHY agar menjemput takdir sebagai pasangan Capres-Cawapres 2024, asalkan Partai Demokrat mau berkoalisi memenangkannya.
“Bak kata pepatah, datang tampak muka pulang tampak punggung. Demokrat begitu saja dicampakkan. Benar kata-kata Presiden Jokowi, tidak ada lagi adab dan kesantunan di negeri ini, di antara kita sesama anak bangsa. Itu yang hilang,” tukasnya.
Oleh sebab itu, Benny menyampaikan bahwa semua ini yang menjadi pemicu mengapa seluruh kader Partai Demokrat marah besar kepada Anies Baswedan dan semua keputusan yang telah diambil oleh Surya Paloh, sebagai pihak yang memberikan kendaraan politik kepada bekas rektor Universitas Paramadina Jakarta itu. Salah satu ekspresinya adalah menurunkan semua alat peraga kampanye dukungan politik kepada Anies.
Hingga akhirnya pula, DPP Partai Demokrat melalui keputusan Majelis Tinggi Partai memutuskan untuk mencabut dukungan kepada Anies sebagai Capres, dan menarik diri dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, karena tidak ingin mendukung Capres yang hobi berkhianat.
“Masuk akal jika para kader marah. Kalo ndak marah malah aneh,” pungkasnya.