HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono diduga melakukan pencucian uang dengan modus berinvestasi lewat lembaga kursus bahasa asing. Dalam menjalankan bisnisnya, Andhi menggandeng Rektor Universitas Bandar Lampung (UBL) M Yusuf S Barusman dan seorang wiraswasta bernama Desi Falena.
Ihwal bisnis itu didalami tim penyidik KPK saat memeriksa Yusuf dan Desi di gedung Merah Putih KPK pada Kamis (10/8). Keduanya diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat tersangka Andhi Pramono (AP).
“Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan kegiatan bisnis dari Tersangka AP berupa kursus bahasa asing dan kedua saksi sebagai pihak yang diajak untuk join kerjasama,” kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Jumat (11/8).
Berdasarkan informasi yang dihimpun lembaga kursus bahasa asing itu bernama
Bina Global Komunika. Yayasan yang berdiri
10 Jun 1997 itu dikomandoi oleh Desi Falena.
Dalam temuan awal KPK, Andhi diduga telah menerima gratifikasi selama menjabat sebagai pegawai di Bea Cukai sebesar Rp 28 miliar. Fee itu diduga diterima atas ‘jasa’ Andhi menjadi makelar barang di luar negeri dan memberi karpet merah kepada pengusaha yang bergerak di bidang ekspor-impor sejak 2012 hingga 2022.
“Dalam jabatannya selaku PPNS sekaligus pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, diduga memanfaatkan posisi dan jabatannya tersebut untuk bertindak sebagai broker atau perantara dan juga memberikan rekomendasi bagi para pengusaha yang bergerak di bidang ekspor-impor sehingga nantinya dapat dipermudah dalam melakukan aktivitas bisnisnya,” ucap Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata beberapa waktu lalu.
KPK menduga Andhi menghubungkan antarimportir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia yang di antaranya dikirim ke Vietnam, Thailand, Filipina, Kamboja. Menurut Alex, setiap rekomendasi yang dibuat dan disampaikan Andhi diduga menyalahi aturan kepabeanan termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor-impor yang tidak berkompeten.
Dari rekomendasi dan tindakan makelar yang dilakukannya, Andhi diduga menerima imbalan sejumlah uang dalam bentuk fee.
Modus yang dilakukan Andhi untuk menerima fee di antaranya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor-impor dan pengurusan jasa kepabeanan dengan bertindak sebagai nomine.
Tindakan Andhi itu diduga sebagai upaya menyembunyikan sekaligus menyamarkan identitasnya sebagai pengguna duit yang sebenarnya untuk membelanjakan, menempatkan, maupun dengan menukarkan dengan mata uang lain.
KPK juga menemukan adanya transaksi keuangan melalui layanan perbankan melalui rekening bank milik Andhi dan ibu mertuanya, Kamariah.
Adapun dugaan uang gratifikasi itu digunakan Andi untuk sejumlah kepentingan pribadi dan keluarganya. Salah satunya membeli rumah mewah bernilai miliaran rupiah.
Berangkat dari temuan dugaan penerimaan gratitikasi, KPK menemukan bukti permulaan jika Andhi diduga melakukan tindak pidana pencucian uang dan akhirnya menetapkan Andhi sebagai tersangka TPPU.
Dalam kasus TPPU, Andhi dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sementara dalam kasus gratifikasi, Andhi dijerat dengan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK telah menahan Andhi Pramono. Saat ini Andhi mendekam di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.