Holopis.com HOLOPIS.COM, SURABAYA – Masih adanya dispensasi pernikahan anak menjadi salah satu tantangan dalam percepatan penurunan stunting (kekerdilan) di Indonesia. Sebab, pernikahan di usia muda berisiko melahirkan anak stunting.

Hal ini disampaikan oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, dr. Brian Sri Prahastuti dalam kegiatan monitoring dan evaluasi program penurunan stunting, di Surabaya, Jumat (14/7) kemarin. Ia mengatakan bahwa pemerintah pusat akan terus mendorong pemerintah daerah melakukan mitigasi dan edukasi, terutama tentang pentingnya kesehatan prahamil dan saat hamil.

“Hal ini perlu dipantau by name by address dari Dinkes dan Desa melalui edukasi KB hingga waktu layak hamil serta pemenuhan nutrisi dan edukasi bagi calon Ibu,” kata dr. Brian Sri Prahastuti yang dikutip Holopis.com.

Dipaparkan dr Biran, jika merujuk pada data Badan Peradilan Agama (Badilag), permohonan dispensasi nikah atau kawin pada 2022 sebanyak 50.673 kasus. Jumlah ini lebih rendah 17,54 persen dibandingkan pada 2021, yakni sebanyak 61.449 kasus. Permintaan dispensasi nikah ini hanya dilakukan oleh calon mempelai yang berusia kurang dari batas, yakni 19 tahun.

Menurut Brian, mitigasi dan edukasi atas dampak terjadinya dispensasi pernikahan anak, salah satu upaya untuk memperkuat ketahanan daerah dalam percepatan penurunan stunting. Upaya tersebut harus dilakukan hingga level individu.

Dinas kesehatan atau pemerintah desa sebagai ujung tombak, sambung dia, bisa memanfaatkan data Elektronik- Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGM).

“Penting bagi pihak Desa untuk dapat memonitor hingga tingkat individu melalui E-PPGBM ini,” ujar Brian.

Ia juga menekankan pentingnya program-program penurunan stunting di daerah sejalan dengan target nasional. Pemerintah daerah harus mampu mengelola dan menganalisis data untuk dapat mengatur strategi yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing daerah.

“Perlu diperhatikan bahwa prioritas nasional adalah prioritas daerah. Saat ini, kacamata KSP melihat hingga tingkat desa dalam percepatan penurunan stunting,” tambahnya.

Pada kesempatan itu juga, dr Brian mengingatkan enam arahan Presiden Joko Widodo dalam percepatan stunting di Indonesia. Pertama, sinergi antar Lembaga. Kedua, penyuluhan tentang pra-nikah pra-hamil dan saat hamil. Ketiga, ketersediaan protein untuk ibu hamil dan bayi.

Arahan keempat, aspek lingkungan dan sanitasi. Kelima, ketersediaan alat ukur di Puskesmas dan Posyandu. Keenam, pemanfaatan teknologi untuk pendataan yang berkualitas by name by address untuk penanganan yang tepat.

Seperti diketahui, percepatan penurunan stunting pada balita menjadi prioritas pemerintah untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Indonesia berupaya keras dalam penurunan stunting hingga 14 persen di tahun 2024 sesuai dalam RPJMN 2020-2024.