HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengingatkan kepada semua pihak untuk tidak mencoba melakukan upaya yang menghalangi proses penyidikan, khususnya pada kasus tindak pidana korupsi.
Dia mengatakan, hukuman yang akan diterima pihak yang mencoba menghalangi penyidikan tidaklah ringan, termasuk pada kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Lukas Enembe.
“Saya juga meminta, agar siapa pun tidak boleh menghalang-halangi penyidikan. Baik dari pejabat pemerintah, TNI, Polri, penegak hukum atau pengacara, karena menghalangi penyidikan itu hukumannya berat,” kata Mahfud dalam keterangannya, Jumat (7/7) yang dikutip Holopis.com.
Mahfud lantas menyinggung kasus korupsi KTP elektronik yang menjerat Setya Novanto pada 2018 lalu untuk dijadikan contoh. Pada kasus tersebut, pihak kuasa hukum dari Setya Novanto, Fredrich Yunadi melakukan upaya yang menghalang-halangi proses penyidikan yang berjalan.
Akibat ulahnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga penegak hukum yang menangani kasus itu pun menetapkan Fredrich Yunadi sebagai tersangka.
“Sekarang pengacara Lukas Enembe, juga jadi tersangka. Dia tidak korupsi, tapi dia menghalang-halangi penyidikan. Itu juga akan berlaku bagi pejabat (yang menghalangi penyidikan),” terangnya.
Sebagai informasi Sobat Holopis, peradilan atas kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur nonaktif Papua itu masuk ke tahap pembuktian di muka persidangan.
Dalam kasus ini, mantan Ketua DPD Partai Demokrat Papua itu didakwa telah menerima suap dengan total Rp45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp1 miliar.
Atas perbuatannya, Lukas Enembe dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupisi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.