Maling Teriak Maling

Lebih lanjut, Aulia Fahmi juga mengingatkan kepada Charlie melalui kuasa hukumnya agar jangan lagi melakukan upaya playing victim terhadap kasus pertanahan ini seolah dirinya sebagai korban.

“Faktanya yang menjadi korban di sini adalah ahli waris The Pit Nio, karena tanah mereka dirampas kepemilikan tanahnya akibat ada AJB palsu dan akta kuasa yang tidak pernah dibuat oleh The Pit Nio,” ucap Fahmi.

Dengan demikian, ia meminta agar Charlie dan kuasa hukumnya tak lagi melakukan manuver yang justru membuat mereka seperti maling teriak maling. Sebab secara hukum, mereka menuduh pihak ahli waris The Pit Nio sebagai penggasak penguasaan lahan tanah, padahal mereka sendiri yang melakukan hal itu.

“Jangan juga istilahnya seperti maling teriak maling, atau mafia tanah teriak mafia tanah. Menuduh orang sebagai mafia tanah, padahal pihaknya yang melakukan rangkaian pemalsuan dokumen,” tegas Fahmi.

“Jadi kalau melihat dari rangkaian peristiwa pemalsuan pengalihan SHM No.5/Lemo, mafia tanahnya itu pihak mereka, jelas itu dapat dibuktikan secara hukum,” sambungnya.

Tanah dikuasai PT MBM

Selanjutnya, Aulia Fahmi pun menyampaikan bahwa terkait dengan keberadaan fisik tanah, saat ini penguasaan lahan tersebut sudah atas kuasa PT MBM. Sebab, mereka mendapatkan hak penuh atas tanah tersebut melalui ahli waris The Pit Nio.

“PT. MBM sudah mendapat kuasa penuh dari ahli waris The Pit Nio selaku pemilik sah SHM No. 5/Lemo atas dokumen dan fisik tanah. Jadi, clear dan tidak perlu ada yang diperdebatkan soal fisik tanah tersebut, mau dibuat apa saja oleh pemiliknya tidak ada larangan, tidak ada urusan sama Charlie,” paparnya.

Terakhir, Fahmi mengatakan bahwa terkait dengan masalah negosiasi harga, pihak Charlie tidak perlu banyak bermimpi, sebab kepemilikan tanah jelas-jelas secara hukum milik ahli waris The Pit Nio.

“Lalu pihak Charlie yang ribut bicara nego harga. Ini semakin kuat indikasi mafia tanahnya, dia tidak punya surat apa-apa tapi mau dapat untung,” pungkas Fahmi.