Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengingatkan bahwa ada tantangan nyata di Indonesia yang harus disikapi serius oleh semua kalangan, termasuk aparat dari TNI dan Polri.

Tantangan tersebut adalah adanya gerakan dari kelompok masyarakat yang ingin mengubah ideologi negara dari Pancasila menjadi ideologi transnasional.

“Ada gerakan sub ideologi atau keinginan untuk mengganti ideologi,” kata Mahfud MD dalam Rapat Koordinasi Menko Polhukam bersama Panglima TNI dan Kapolri seperti dikutip Holopis.com, Senin (29/5).

Bagi dia, Indonesia menjalankan sistem demokrasi dimana semua kalangan berhak untuk berserikat dan berkumpul, serta menyampaikan pendapat di muka umum dengan tetap bertanggung jawab.

Sayangnya kata dia, gerakan ideologi transnasional ini melakukan propaganda dan gerakan-gerakan lain di luar jalur konstitusi. Apalagi ada juga sebagian kelompok tersebut yang menggunakan jalur radikalisme.

“Kalau dilakukan (tujuannya) mengganti ideologi, konstitusi melalui forum-forum resmi yang konstitusional, ikut pemilu, lalu berdebat, itu nggak apa-apa, tapi (malah dilakukan) melalui cara-cara radikal, radikalisme,” ujarnya.

Menurutnya, cara-acara tersebut bukan saja tidak demokrasi tapi lebih kepada mengganggu dan mengancam keamanan dan stabilitas nasional.

Lalu, Mahfud MD mengingatkan kembali tentang apa itu radikalisme. Dimana paham ini bisa memiliki tingkatan masing-masing dan dengan kelas ancaman masing-masing. Yang pertama adalah takviri. Sebuah sikap yang paling anti terhadap perbedaan dan mudah memberikan stample kafir terhadap orang yang berbeda dengan pemikiran atau sikap politiknya.

“Radikalisme itu kalau diurut tingkatannya ada tiga, satu yang disebut takviri, selalu benci, enggak suka kalau ada orang berbeda, tidak punya sikap toleransi itu takviri,” terang Mahfud.

Kedua adalah jihadis. Dimana seseorang akan masuk ke level ini setelah sebelumnya terpapar paham takviri. Ia akan melakukan kegiatan serangan fisik terhadap mereka yang dianggap musuh.

“Kedua, jihadis, itu kalau orang berbeda ditumpas, itulah yang melahirkan teroris dan selalu ada, cuma ya kita selalu mendengar ada orang melakukan itu dan dengan alasan yang sangat sederhana saja, ingin masuk surga. (Mereka menganggap) bahwa negara ini kafir,” jelasnya.

Untuk tingkat radikalisme ketiga adalah propaganda pemikiran yang merasuk ke semua lini kehidupan masyarakat.

“Yang ketiga wacana ideologis, masuk ke kantong-kantong (masyarakat), ke kantong-kantong institusi, ke lembaga pendidikan dimasuki untuk diajari anti Pancasila, itu seakan-akan pendalaman agama, itu dilakukan melalui gerakan anti Pancasila, masuk ke pesantren juga, masuk ke kantor-kantor pemerintah juga,” sambungnya.

Untuk mengantisipasi gerakan radikalisme, Mahfud MD menyebut bahwa pemerintah pernah membuat membuat sebuah tim khusus yang bertugas untuk melakukan upaya anti radikalisme. Ada 11 kementerian dan lembaga yang terlibat untuk membendung gerakan tersebut.

“Sehingga pemerintah pernah membentuk tim anti radikalisme yang terdiri dari 11 Kementerian, tugasnya masing-masing, TNI menjaga pertahanan ideologinya, Polri mengambil tindakan hukumnya, Menpan-RB itu menyeleksi PNS-nya, Menteri Pendidikan dan kurikulumnya dan pendidikannya, dan seterusnya,” paparnya.

Semua itu dilakukan karena persoalan radikalisme adalah murni ancaman nyata yang harus disikapi dan diantisipasi. Bahkan ia menegaskan jika gerakan tersebut bukan rekayasa atau hasil mengada-ada dari pemerintah.

“Karena memang radikalisme ini memang ada, dan selalu muncul, itu bukan mengada-ada. Nanti kalau kita menganggap itu enteng lalu kita tidak bekerja,” tegasnya.

Kesebelas Kementerian dan Lembaga Negara yang terlibat di dalam penandatanganan SKB (Surat Keputusan Bersama) tersebut antara lain ;

1. Kementerian Komunikasi dan Informatika,
2. Kementerian PANRB,
3. Kementerian Agama,
4. Kementerian Dalam Negeri,
5. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
6. Kementerian Hukum dan HAM,
7. Badan Intelijen Negara (BIN),
8. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT),
9. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP),
10. Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan
11. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).