Selasa, 24 Desember 2024

INDEPTH : Internet dan Bahasa Inggris Runtuhkan Tembok Pembatas Dunia

Selain Hollywood, Bahasa Inggris juga menjadi bahasa akademisi. Sejak akhir Perang Dunia I, Bahasa Inggris tumbuh menjadi bahasa yang paling banyak digunakan sebagai bahasa kedua di dunia.

Bahasa Inggris akhirnya digunakan sebagai alat komunikasi orang-orang yang memiliki bahasa yang beda dalam berbisnis, politik, serta akademi.

Kemudian, Bahasa Inggris semakin digunakan untuk para akademisi yang mempublikasikan hasil penelitian mereka agar bisa dimengerti oleh masyarakat secara luas.

Pada tahun 1880, penggunakan Bahasa Inggris sebagai publikasi hasil penelitian ada sebesar 36%, namun angka itu naik pada tahun 1940an menjadi 50%, dan di tahun 1980 ke atas menjadi 91%.

Internet Menghancurkan Pagar Pembatas Dunia

Dulu, memiliki buku adalah sebuah kemewahan. Tidak semua orang memiliki keberuntungan memiliki buku dan membaca banyak buku untuk bisa membuka wawasan mereka.

“Buku adalah jendela dunia,” demikian kata-kata mutiara yang selalu diingatkan kepada kita sejak masih duduk di bangku SD.

Namun saat ini, kita sudah memasuki era internet yang benar-benar mengubah kehidupan manusia secara drastis. Dalam waktu cukup singkat sejak tahun 90an hingga sekarang, cara berkomunikasi sudah berubah dari surat-menyurat, hingga mendengar suara secara langsung tak peduli seberapa jauh jarak yang ada.

Tak hanya untuk berkomunikasi, internet saat ini sudah menjadi alat untuk para individu yang membuat konten, berkomunikasi dengan satu sama lain, bahkan melarikan diri sejenak dari kenyataan.

“Hari ini, kita bisa mengirimkan data dari ujung dunia, ke ujung dunia lainnya hanya dalam jurun waktu beberapa detik. Presentasi online, menggunakan video, suara, pesan singkat, menunjukkan identitas kita, isu lokal menjadi isu global,” demikian dikutip Holopis.com dari bbvaopenmind, Sabtu (29/10).

Dunia yang jadi semakin terbuka dan tanpa batas melalui internet juga ternyata memberikan dampak positif lainnya seperti rasa percaya diri pada tiap individu.

Dikutip Holopis.com dari The Washington Post, Sabtu (29/10), berdasarkan sebuah studi Pew Research Center antara tahun 1985 dan 2009, ada pengurangan presentase rasa percaya masyarakat pada orang lain. Hal itu karena isolasi sosial membuat seseorang tidak bisa memberikan rasa percaya terhadap individu lain.

Meski memberikan dampak positif, tentu saja ada hal negatif yang diberikan sebuah teknologi. Karena sudah tidak lagi batasan antara menerima informasi dan menyebarkan informasi, para pengguna internet harus lebih berhati-hati dalam menerima informasi, dan menyebarkan informasi.

Namun, internet telah benar-benar membuka jendela dunia bahkan lebih dari buku. Keterbukaan informasi yang bisa diterima masyarakat telah mengenalkan kita pada budaya lain, bahasa lain, kebiasaan lain, permasalahan lain, yang justru menyatukan masyarakat yang semakin memahami, dan menghargai perbedaan.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral