Dalam penelitian CREA, ditemukan pencemar utama polusi udara di Jakarta bukanlah dari aktivitas emisi pembuangan transportasi darat yang lalu-lalang di jalanan. Melainkan dari beberapa faktor lain seperti emisi beracun yang berasal dari operasi pembangkit listrik berbahan bakar fosil dan pabrik industri di area lintas batas administratif kota Jakarta.
Adapun, pencemar beracun udara di Jakarta yang terdata adalah emisi gas Sulfur Dioksida (SO2), gas rumah kaca (NOx), partikulat PM 2,5 dan merkuri (Hg). Ironisnya, pencemar udara ini tidak hanya dihasilkan langsung dari sumbernya. Melainkan juga berinterkasi di atmosfer yang akhirnya menghasilkan pencemar baru.
Untuk diketahui, gas NOx dikeluarkan setiap kali bahan bakar fosil dibakar, karena suhu pembakarannya yang sangat tinggi (SEPA). Sementara, gas SO2 terbentuk selama pembakaran bahan bakar di pembangkit listrik dan fasilitas industri (US EPA 2019).
Serta, untuk partikulat PM 2,5 dihasilkan langsung dari sumber pencemar primer seperti kendaraan, alat berat, kebakaran hutan, dan kegiatan pembakaran lainnya.
Namun, partikulat PM 2,5 ini juga bisa terbentuk di atmosfer sebagai pencemar sekunder, dan dapat tetap mengudara dalam waktu lama dan menempuh jarak ratusan mil. Sedangkan untuk partikel Merkuri yang umumnya terdapat di logam bberat neurotoksik, merupakan pencemar udara yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga batu bara dan mudah bergerak dalam atmosfer.