Sementa itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan, bank digital jika dilihat dari sisi simpanan menyasar generasi milenial dan Z yang jumlahnya lebih dari 90 juta orang.
Itu karena, generasi muda lebih cepat adaptasi dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan membuat produk bank digital mudah diterima.
“Misalnya kasus di Korea Selatan dimana Kakao Bank mampu menambah lima juta nasabah, hanya dalam waktu lima hari merupakan kasus keberhasilan bank digital menyasar nasabah usia muda,” kata Bhima.
Sedangkan dilihat dari sisi pinjaman, bank digital ingin menyasar merchant yang sudah masuk dalam ekosistem digital. Kerjasama dengan satu platform e-commerce mampu menjangkau 10 juta merchant di seluruh Indonesia, dengan biaya yang murah.
“Merchant pasti membutuhkan pinjaman untuk pembelian bahan baku atau barang yang dijual kembali, sementara sebagian masuk kategori unbanked. Di sini peluang bank digital, agunannya hanya membutuhkan rekam jejak transaksi e-commerce dan kepuasan pelanggan,” ucap dia.
Perbedaan Bank Digital dengan Internet Banking dan Mobile Banking
Internet banking dan mobile banking yang sudah ada terlebih dahulu, memang mempermudah nasabah untuk melakukan transaksi perbankan. Namun memiliki keterbatasan, seperti sekadar transfer dana, cek saldo, pembayaran tagihan, pembelian voucher pulsa dan sejenisnya.
Untuk melakukan aktivitas lainnya, nasabah yang menggunakan internet banking dan mobile banking tetap harus melakukannya dengan mengurus di kantor cabang.
Sementara itu, bank digital memiliki kemampuan untuk memproses semua keperluan perbankan tanpa perlu datang ke kantor cabang. Mulai dari pembukaan rekening, deposito, sampai investasi.
Selain itu, nasabah bank digital juga bisa memperoleh informasi, melakukan komunikasi, registrasi, pembukaan rekening, transaksi perbankan, dan penutupan rekening, termasuk memperoleh informasi lain dan transaksi di luar produk perbankan.