HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pada awal tahun 2005, nama baik sepak bola Jerman tercoreng oleh penemuan skandal Match Fixing atau pengaturan skor senilai dua juta Euro yang didalangi wasit divisi dua, yakni Robert Hoyzer.
Robert Hoyzer mengaku bahwa dirinya telah mengatur dan bertaruh dalam dua pertandingan di Liga Jerman, tepatnya di Piala Jerman atau DFB-Pokal serta di divisi tiga bernama Regionalliga.
Penemuan skandal Match Fixing tersebut menjadi kontoversi terbesar dalam sejarah sepak bola Jerman sejak skandal pada awal tahun 1970 silam,
Pasalnya, banyak pihak terkait seperti pemain, pelatih hingga ofisial yang terlibat dengan suatu kelompok yang terorganisir terkait skandal Match Fixing yang terjadi pada tahun 2005 tersebut. Terlebih, penemuan itu mencuat menjelang Piala Dunia 2006, di mana kala itu Jerman sendiri yang didapuk sebagai tuan rumah.
Awal Mula Ditemukannya Skandal Match Fixing 2005
Terdapat empat wasit, yakni Lutz Michael Frohlich, Olaf Blumenstein, Manuel Grafe dan Felix Zwayer. Mereka membuka pembicaraan dengan Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB) atas dasar kecurigaan terhadap Robert Hoyzer.
Awalnya, DFB tak serta merta langsung bertindak atas laporan itu, namun setelah mengetahui tuduhan yang dilayangkan keempat wasit tersebut, Hoyzer lantas langsung mengundurkan diri dari jabatannya sebagai wasit.
Terdapat indikasi kuat yang nampaknya terbukti, yaitu diyakini bahwa Hoyzer dikabarkan kerap mengadakan pertemuan secara rutin di Berlin, Jerman dengan sekelompok orang.
Sekelompok orang yang diyakini merupakan saudara itu merupakan bagian dari sindikat sebuah perjudian Kroasia, di mana mereka terhubung langsung dengan organisasi kejahatan yang sudah terorganisir.
Pasca pengakuan dari Hoyzer, pada 28 Januari 2005 sejumlah tersangka akhirnya ditangkap pihak berwenang. Beberapa tersangka tersebut di antaranya adalah Milan Sapina selaku operator agen taruhan olahraga bernama Cafe King serta saudaranya yakni, Philip yang juga ditahan.
Selain itu, adapun pemain Hertha BSC yakni Alexander Madlung, Nando Rafael dan Josip Imunic. Dapat diketahui bersama, ketiga pemain tersebut ikut bermain dalam kekalahan Hertha dengan skor 3-2 atas Eintracht Braunschewig dari divisi tiga pada 22 September 2004, di mana kekalahan itu pun jadi hal yang mengejutkan banyak pihak, karena Madlung yang baru masuk dalam durasi waktu empat menit bermain, langsung mencetak gol bunuh diri.
Lantas, mereka pun dicurigai telah melakukan tindakan pengaturan skor. Namun, tak ada bukti konkrit bahwa mereka benar-benar berada di dalam lingkup manipulasi pertandingan tersebut.
Diketahui, Hoyzer sendiri dicurigai bekerja sama dengan penyelidik untuk membantu mengungkap rincian skema Match Fixing yang terjadi, Hal itu juga turut melibatkan pejabat terkait, pemain hingga sekelompok penjudi yang berbasis di Kroasia.
Skandal itu pun terungkap, namun tak langsung melibatkan Bundesliga, hanya melibatkan divisi yang lebih rendah dan mengarah pada hasil yang lebih luas.
Akibat Skandal Match Fixing Robert Hoyzer
Hoyzer dilarang menekuni peran apa pun dalam dunia sepak bola seumur hidup, serta mendapat hukuman penjara selama dua tahun lima bulan.
Hukuman penjara untuk Hoyzer dan pihak terlibat lainnya dikuatkan pada Desember 2006, karena kalah dalam banding terakhirnya di pengadilan.
Pasangan bersaudara asal Kroasia yang membantu mengatur skema itu menerima hukuman penjara, mulai dari dua tahun 11 bulan, dan kemudian satu tahun hingga ditangguhkan.
Kasus itu pun turut melibatkan beberapa wasit seperti Dominik Marks, ia dilarang menekuni profesinya seumur hidup dan di penjara selama satu tahun enam bulan, ada juga wasit bernama Felix Zwayer yang di mana ia dilarang menekuni profesinya selama enam bulan karena keterlibatannya, hingga terbukti telah menerima suap sebesar 300 Euro dari Hoyzer.
Selain itu, ada juga wasit bernama Torsten Koop, ia dilarang menekuni profesinya selama tiga bulan karena terbukti tutup mulut terkait Hoyzer.
Ada pun akibat-akibat lainnya yang jauh lebih luas, bahkan mencakup peraturan pertandingan lain hingga pembayaran kompensasi dengan klub terkait, serta adanya perubahan secara besar-besaran yang diusulkan untuk memastikan suatu pengawasan yang lebih ketat terhadap kinerja wasit dan ofisial pertandingan.
Lahirnya Solusi Berupa Kebijakan untuk Kemajuan Sepak Bola Jerman di Masa Mendatang
Ditemukannya skandal skala besar tersebut, akhirnya Komite Kontrol DFB memunculkan solusi yang dimaksudkan untuk mencegah insiden serupa di masa mendatang.
- Komite Kontrol DFB mengadopsi praktik dari Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA) terkait penunjukan ofisial permainan dalam waktu dua hari pemberitahuan sebelum pertandingan, di mana tadinya berlaku selama empat hari, kebijakan sebelumnya pun dinilai tak praktis sehingga telah ditinggalkan
- Wasit yang resmi dipromosikan untuk memimpin laga divisi dua sepak bola Jerman akan diamati selama periode Liga Regional.
- Pertandingan yang mencakup tim Bundesliga di Piala Jerman akan diawasi arbiter, di mana ofisial yang ditunjuk akan disertifikasi untuk pertandingan divisi pertama, serta dapat bertindak selaku ofisial pertandingan pengganti dalam waktu singkat apabila memang diperlukan.
- Pergantian dapat dilakukan bagi dua ofisial pertandingan junior yang jatuh pada hari pertandingan itu, berlangsung atas arahan ofisial liga.
- Diterapkannya video replay secara menyeluruh.
- Adanya penangguhan sementara langsung di bawah sistem peringatan dini bernama Betradar
- Bertujuan untuk memiliki kendali dan pengawasan secara langsung, DFB mengusulkan untuk menawarkan program taruhan olahraganya sendiri untuk liga pada tahun 2006 sampai 2007.
- Dipertimbangkannya tanggung jawab untuk pemilihan ofisial pertandingan, di mana hal itu diserahkan langsung ke tangan Liga Sepak Bola Jerman (DFL), selaku badan yang mengatur dan bertanggung jawab atas keberlangsungan sepak bola Jerman.
Langkah-langkah tersebut merupakan sebuah terobosan untuk mengatasi masalah Match Fixing atau pengaturan skor di sepak bola Jerman.
Ada pun hal yang lebih terinci diajukan oleh komite ahli yang ditunjuk langsung untuk menangani masalah seperti ini.
Pada 13 Februari 2005, DFB dikabarkan telah mengumumkan pembentukan Komisi untuk Masalah Manipulasi Pertandingan (Ausschuss fur das Problem Spielmanipulationen), terdiri dari Zwanziger selaku Presiden DFB, Hackmann selaku Presiden DFL, Bendahara bernama Schmidhuber serta Horst Schmidt selaku Sekretaris Jenderal.
Dalam hal ini, DFL turut mempertimbangkan penyimpangan dari suatu tradisi lama, di mana adanya hal yang memperkerjakan seorang pejabat profesional menggantikan profesi amatir yang kini digunakan.
Wener Hackmann sendiri selaku Presiden DFL melihat bahwa langkah itu kemungkinan besar dilakukan sehubungan dengan skandal yang terjadi.
Di sisi lain, mantan ketua dewan klub Hamburger SV menilai bahwa penggunaan wasit penuh waktu dengan pemberian upah yang layak, dapat mengurangi bahkan menghilangkan upaya suatu penyuapan terhadap wasit di masa depan.
Kasus skandal Hoyzer ini pun otomatis tercium oleh mantan pemain bintang yang sekaligus ketua Komite Penyelenggara Piala Dunia 2006 di Jerman yakni Franz Beckenbauer.
Franz secara gamblang menentang terhadap adanya gagasan, terkait mempekerjakan pejabat profesional yang merasa bahwa sistem saat ini berjalan dengan baik dengan dukungan kuat dari sisi program pelatihan yang dijalankan DFB.
Ada pun kritik datang dari pihak tertentu yang mengatakan bahwa sistem kontrol yang saat ini berjalan di DFB lengah, sehingga selama beberapa waktu ketika Hoyzer membuat keputusan kontroversial, tak ada tindakan sama sekali yang diambil.
Selain daripada itu semua, penemuan skandal Match Fixing yang melibatkan Robert Hoyzer ini nampaknya berdampak luas hingga ke penyelenggaraan Piala Dunia 2006 di Jerman.
Beberapa pejabat tinggi sepak bola jerman termasuk instansi pemerintah Jerman mendorong agar masalah seperti ini dapat ditangani secepatnya.
Meskipun skandal ini menarik media internasional, namun DFB dan FIFA bekerja secara agresif untuk memastikan bahwa kontroversi mereda sebelum Piala Dunia 2006.
Selama penyelidikan yang dilakukan oleh DFB ini berlangsung, beberapa pertandingan lantas turut diperiksa untuk menentukan apakah ada upaya manipulasi yang mempengaruhi hasil pertandingan atau tidak.
Terkait hal ini, DFB sendiri telah menetapkan batas waktu tersendiri sampai 30 Juni 2005 untuk mengajukan protes atas pertandingan yang mungkin telah dimanipulasi.
Dengan demikian, skandal Match Fixing yang melibatkan Robert Hoyzer ini telah merubah total wajah sepak bola Jerman dari segala aspek, mulai dari penanganan, pencegahan hingga kebijakan lainnya terkait sepak bola setempat.