JAKARTA, HOLOPIS.COM – Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya di tengah ancaman resesi yang menghadang Amerika Serikat (AS). Hal itu diputuskan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang berlangsung pada 22-23 Juni 2022.
Dalam rapat tersebut, para Dewan Gubernur Bank Sentral Indonesia itu sepakat untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen.
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, mengatakan keputusan ini sejalan dengan upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar, serta tetap mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah melonjaknya tekanan eksternal yang ada. salah satunya terkait risiko stagflasi yang meningkat di berbagai negara.
“Ke depan, ketidakpastian ekonomi global diprakirakan masih akan tinggi seiring dengan makin mengemukanya risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan inflasi global, termasuk sebagai akibat dari makin meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan, yang ditempuh oleh berbagai negara,” ucap Perry dalam keterangan pers virtual, Kamis (23/6).
Untuk itu, Perry menegaskan bahwa pihaknya terus berupaya melakukan berbagai cara dalam rangka penguatan bauran kebijakan moneter di Indonesia. Diantaranya yakni memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mendukung pengendalian inflasi dengan tetap memperhatikan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya.
Selain itu, Bank Indonesia juga terus berupaya mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas dengan meningkatkan efektivitas pelaksanaan kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) dan Operasi Moneter Rupiah.
Perry mengatakan, pihaknya akan terus melanjutkan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada komponen Overhead SBDK.
Adapun melanjutkan masa berlaku kebijakan tarif SKNBI sebesar Rp1 dari Bank Indonesia ke bank dan maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah, dari semula berakhir 30 Juni 2022 menjadi sampai dengan 31 Desember 2022 guna meningkatkan efisiensi biaya dan aktivitas ekonomi masyarakat serta memudahkan transaksi keuangan dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi.
“Memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerja sama cross border payment connectivity, fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait, serta bersama Kementerian Keuangan menyukseskan 6 (enam) agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022,” paparnya.
Bank Indonesia terus mencermati risiko tekanan inflasi ke depan, termasuk ekspektasi inflasi dan dampaknya terhadap inflasi inti, dan akan menempuh langkah-langkah normalisasi kebijakan moneter lanjutan sesuai dengan data dan kondisi yang berkembang.