Holopis.com JAKARTA, HOLOPIS.COM Pemerintah dituntut untuk berani mengambil sikap tegas dalam merespon pendirian organisasi saingan profesi dokter selain Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yakni Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI).

Executive Council World Federation for Medical Education Titi Savitri Prihatiningsih mengatakan, selama ini di World medical Organisasi beranggotakan yang 115 negara, masing-masing negara hanya punya satu anggota organisasi profesi.

“Kami mendorong agar marwah profesi bisa dikembalikan. Organisasi profesi dokter dalam fungsi certifying bodies dan professional bodies memang harus monopoli satu organisasi yaitu IDI. Bahaya sekali bila ada banyak organisasi profesi yang membuat pedoman penatalaksanaan penyakit,” kata Titi dalam sebuah webinar, (14/5).

Titi menjelaskan, profesi dokter sejatinya erat dengan regulasi, baik profesinya itu sendiri maupun praktik kedokteran dan pendidikannya karena egulasinya dilandasi oleh nilai.

“Dokter punya otonomi untuk mengambil keputusan. Meskipun mempunyai otonomi namun bukan berarti bebas tak terbatas namun dibatasi oleh aturan profesi, etik, norma profesi dan aturan hukum yang tersedia. Harus punya kemampuan self regulasi,” jelasnya.

“Regulasi penting karena profesi dokter punya otonomi, jika tidak ada regulasi maka terjadi abuse,” sambungnya.
Titi menegaskan, posisi IDI pun memang harus dibuat secara monopoli dan tidak bisa diserahakan begitu saja ke pasar meskipun selama ini mereka menggunakan pola profesional public partnership.

Dalam UU Praktik Kedokteran no. 29 tahun 2004, Titi menyebut bahwa itu sudah mengatur Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri dari IDI, MKKI, AIPKI, KDI, Pemerintah, Wakil Masyarakat.

“Oleh karena itu pemerintah harus memperkuat tata kelola organisasi profesi agar rasa percaya stake holder meningkat. Kemudian mengembalikan ke model regulasi profession-public partnership. Ini kompromi di Indonesia sebagai jalan tengah yaitu partnership antara pemerintah dan organisasi profesi,” pungkasnya.