JAKARTA, HOLOPIS.COM Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil enam pejabat Pemkab Bogor, Jumat (13/5). Pemeriksaan keenam orang itu untuk mendalami kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor TA 2021.

Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, keenam pejabat Pemkab Bogor itu dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Bupati Bogor nonaktif, Ade Yasin (AY).

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan,” ujar Ali kepada wartawan, Jumat (13/5).

Enam pejabat Pemkab Bogor yang dipanggil adalah Andri Hadian selaku Sekretaris BPKAD Pemkab Bogor, Hanny Lesmanawaty selaku Sub Koordinator Pelaporan Dinas BPKAD Pemkab Bogor, Ruli Fathurahman selaku Kasubbag Penatausahaan Keuangan Setda Pemkab Bogor.

Kemudian, Desirwan selaku Kasie di Dinas Pendidikan Pemkab Bogor, Teuku Mulya selaku Kepala BPKAD Pemkab Bogor, dan Ade Jaya selaku mantan Kepala BPKAD tahun 2019-2011.

Ade Yasin telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Rabu (27/5) bersama dengan tujuh orang lainnya, yaitu Maulana Adam (MA), Ihsan Ayatullah (IA), Rizki Taufik (RT).

Selanjutnya, Anthon Merdiansyah (ATM) selaku pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat atau Kasub Auditorat Jabar III atau pengendali teknis, Arko Mulawan (AM) selaku pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat atau Ketua Tim Audit Interim Kabupaten Bogor.

Lalu Hendra Nur Rahmatullah Karwita (HNRK) selaku pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat atau pemeriksa, dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR) selaku pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat atau pemeriksa.

Dalam perkara itu, Ade Yasin diduga memberikan uang suap kepada para pegawai BPK tersebut agar Pemkab Bogor mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) saat diaudit oleh BPK.

Salah satu proyek yang diaudit terkait pekerjaan proyek peningkatan Jalan Kandang Roda-Pakan Sari dengan nilai proyek Rp 94,6 miliar yang pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan kontrak.

Selama proses audit itu, diduga ada beberapa kali pemberian uang oleh Ade melalui tersangka Ihsan dan Maulana kepada tim pemeriksa. Di antaranya dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp 10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar sejumlah Rp 1,9 miliar.