Holopis.com JAKARTA, HOLOPIS.COM Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan terlibat perdebatan sengit dengan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) soal big data di Depan Balai Sidang UI, Depok, Selasa (12/4).

Perdebatan itu bermula saat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI menggelar aksi demonstrasi akan kedatangan Luhut di kampus beralmamater kuning itu.

“Kalian mau sampaikan apa ke saya?” tanya Luhut kepada mahasiswa.

Ketua BEM UI, Bayu Satria Utomo sebagai perwakilan mahasiswa UI menyatakan penolakan terhadap wacana penundaan pemilu maupun perpanjangan masa jabatan presiden yang belakangan ini sering dilontarkan Luhut.

“Saya mau tanya, siapa yang bilang saya minta supaya presiden tiga periode? Saya tanya siapa?” tanya Luhut kepada massa aksi.

“Saya enggak pernah bilang itu,” kata Luhut.

Luhut kembali menegaskan selama ini ia tidak pernah menyinggung soal perpanjangan masa presiden tiga periode, melainkan hanya menyampaikan soal banyaknya orang yang meminta Pemilu 2024 ditunda.

“Dengerin ya, jangan marah-marah, saya tidak pernah mengatakan presiden tiga periode. Tidak pernah. Yang pernah saya katakan, banyak di bawah itu minta pemilu ditunda. Itu aja. Apa salah?” ucap Luhut.

Bayu pun meminta Luhut untuk membuka big data 110 juta masyarakat mendukung penundaan pemilu 2024 yang sempat disampaikannya.

“Silahkan Pak buka big data-nya Pak,” ucap Bayu kepada Luhut.

Namun, Luhut menolak membuka big data tersebut. Ia menegaskan bahwa dirinya mempunyai hak untuk tidak membuka data terkait penundaan pemilu tersebut.

Selain itu, Luhut juga menjelaskan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyatakan menolak wacana itu.

Setelah itu, Luhut menolak membuka data penundaan pemilu. Ia merasa punya hak untuk tidak melakukannya.

“Saya juga punya hak, tetapi saya memberi tahu (ada masyarakat yang ingin menunda pemilu),” ucapnya.

“Otoriter, Pak!” teriak seorang massa aksi.

“Kalau saya otoriter, saya tidak temui kamu,” jawab Luhut.

Pada akhirnya, Luhut memutuskan meninggalkan para mahasiswa aksi, setelah perdebatan itu tidak menghasilkan kesepakatan.