Kasus Vaksinasi Nusantara
Tidak hanya persoalan BW di “Terawan Theory”, MKEK PB IDI juga menyoroti tentang promosi besar-besaran vaksinasi nusantara oleh Terawan Agus Putranto, sementara hasil penelitiannya pun belum selesai. Berdasarkan surat penyampaian hasil keputusan MKEK Pusat IDI nomor 0280/PB/MKEK/02/2022 tanggal 8 Februari 2022 yang ditujukan kepada Ketua Umum PB IDI.
“Yang bersangkutan melakukan promosi kepada masyarakat luas tentang Vaksin Nusantara sebelum penelitiannya selesai,” tulis poin b nomor 3 di surat tersebut.
Sekedar diketahui, bahwa Vaksin Nusantara diketahui merupakan vaksin Covid-19 dengan metode dendritik yang terbilang berbeda dari kebanyakan vaksin yang beredar untuk keperluan vaksinasi di Indonesia. Karena metode vaksin ini dilakukan dengan cara mengeluarkan sel dendritik di dalam tubuh dan kemudian dimasukkan lagi.
Sel dendritik adalah sel kekebalan yang bersifat adaptif yang bisa menyesuaikan dengan banyak jenis virus yang memasuki tubuh. Sel ini ada di dalam darah manusia yang merupakan sel imun, tugasnya adalah mengajarkan sel-sel lain untuk memproduksi antibodi.
Antigen adalah bagian dari virus atau virus yang dilemahkan yang dapat memicu tumbuhnya antibodi dalam tubuh manusia. Antigen yang terkandung dalam vaksin biasanya disuntikan ke dalam kulit hingga nantinya bertemu dengan sel dendritik. Sementara pada vaksin Nusantara, antigen diberikan ke sel dendritik yang diambil dari darah orang yang akan divaksin di laboratorium.
Setelah sel dendritik telah terpapar antigen, ahli akan menyuntikkan kembali sel itu ke orang yang diambil darahnya. Sel dendritik dari relawan A tidak bisa diberikan ke relawan B, C, atau D. Dan karena prosesnya yang rumit, maka vaksin dengan metode dendritik ini terbilang mahal. Bahkan umumnya untuk proses satu orang saja bisa mencapai ratusan hingga miliaran rupiah. Namun demikian, teknologi dendritik dipakai karena dianggap akan membuat vaksin lebih mudah diterima oleh tubuh pasien dan menghasilkan antibodi yang bersifat seumur hidup.
Vaksin Nusantara diketahui pertama kali mmuncul dengan nama ‘Joglosemar’ pada Desember 2020. Vaksin digarap oleh PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) bekerja sama dengan perusahaan asal Amerika Serikat, AIVITA Biomedical, selaku pemasok teknologi dendritik yang digunakan untuk membuat vaksin berdasarkan ketetapan KMK No. HK.01.07/MENKES/2646/2020
Walaupun begitu, metode vaksin garapan Terawan Agus Putranto ini tidak mendapatkan restu dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Hal ini karena terbentur dengan cara uji klinik yang baik (good clinical practical) dari vaksin Nusantara tersebut. Kemudian proof of concept, good laboratory practice, dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice). Salah satu syarat yaitu proof of concept dari Vaksin Nusantara juga belum terpenuhi. Antigen pada vaksin tersebut dinilai tak memenuhi pharmaceutical grade.