Holopis.com HOLOPIS.COM Nama Terawan Agus Putranto (TAP) masih senter menjadi pembicaraan publik. Pasalnya, pria kelahiran 5 Agustus 1964 di Kampung Sisitewu, Sosromenduran, Gedongtengen, Yogyakarta itu kini berpolemik dengan organisasi profesinya, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Sekelumit tentang Terawan, ia merupakan purnawirawan TNI dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal. Kemudian, ia pun mendapatkan alumni Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM) tahun 1990. Kemudian mengambil jurusan spesialis radiologi di Universitas Airlangga Surabaya (Unair) lulus tahun 2004. Selanjutnya, ia menempuh pendidikan Doktor di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar pada tahun 2013.

Dalam pendirikan kemiliterannya, Terawan pertama kali menempuh pendidikan pada tahun 1990 di Sekolah Perwira Militer Sukarela Angkaran Bersenjata Republik Indonesia (Sepamilwa ABRI).

Karirnya cukup baik di kalangan militer, khususnya di bidang kesehatan. Pada tahun 2009-2019, ia didapuk menjadi tim dokter kepresidenan RI. Kemudian di tahun 2015-2019, ia diangkat menjadi Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto Jakarta.

Bahkan untuk jabatan politi, Terawan Agus Putranto pernah dipercaya membantu Presiden Joko Widodo dan Wapres KH Ma’ruf Amin sejak 23 Oktober 2019. Terawan dilantik dan dipercaya untuk menjadi Menteri Kesehatan Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024.

Beberapa penghargaan besar pernah diberikan kepada Terawan, yakni ;

  • Bintang Mahaputera Nararya
  • Bintang Yudha Dharma Pratama
  • Bintang Kartika Eka Paksi Pratama
  • Bintang Yudha Dharma Nararya
  • Bintang Kartika Eka Paksi Nararya
  • SL. Kesetiaan XXIV
  • SL. Kesetiaan XVII
  • SL. Kesetiaan VIII
  • SL. Dwidya Sistha

Kemudian untuk pengalaman organisasi profesi, ia pernah menjadi Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia. Kemudian, ia juga pernah menjadi Ketua World International Committee of Military Medicine serta Ketua ASEAN Assosiation of Radiology.

Polemik Terawan dan IDI

Yang paling menggemparkan publik sepanjang karirnya di bidang kedokteran adalah munculnya sebuah cuci otak bagi oara pengidap stroke, metode ini sebenarnya bernama Digital Substraction Angiography (DSA). Berdasarkan pengalamannya, pasien bisa sembuh dari stroke selang 4-5 jam pasca-operasi. Metode pengobatan tersebut disebutnya telah diterapkan di Jerman dengan nama paten ‘Terawan Theory’. Akibat inilah, muncul masalah baru yang membuat Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) gerah karena teori Terawan tersebut dianggap melanggar kode etik.

Pasalnya, terori tersebut dianggap baru dan belum ada jurnal khusus yang lebih kuat untuk mendukung terori Terawan tersebut. Akhirnya, Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI sampai memberikan peringatan keras kepada Terawan, mulai dari pemberhentian sementara hingga pemberhentian tetap.