Setelah itu pada 18 Februari 2014, sekitar 20.000 demonstran yang tergabung dalam Euromadian tersebut beraksi di parlemen Ukraina dengan tujuan pemulihan Konstitusi Ukraina seperti sebelum tahun 2004.
Konflik pun meletus antara demonstran dengan pihak keamanan, di mana petugas kepolisian saling menembakkan senapan, baik peluru karet hingga senapan beramunisi yang lengkap dengan gas air mata dan granat kilat.
Bentrokan juga semakin meluas dan semakin parah hingga Mariinsky Park, Hrushevskoho Street serta di Institutska Street. Dalam hal ini 75 orang tewas termasuk 13 polisi dan sedikitnya 1.100 lainnya mengalami luka.
Setelah revolusi Ukraina 2014 yang sejatinya berhasil melengserkan Presiden pro Rusia yakni Viktor Yanukovich, singkatnya tepat pada Maret 2014, Rusia menganeksasi Krimea setelah referendum yang legalitasnya menjadi pertanyaan masyarakat internasional.
Kemudian pecah konflik juga terjadi sepanjang Maret dan April 2014, di mana peristiwa kerusuhan dari Pro-Rusia kembali meluas, sehingga Donetsk dan Luhansk memproklamasikan dirinya untuk keluar dari Ukraina.
Merespon hal tersebut, Ukraina menghentikan seluruh kerjasama militer dan ekspor senjata dengan Rusia. Tepatnya di bulan April 2014, terjadi baku tembak antara pemberontak pro-Rusia yang bergabung dengan tentara bayaran Rusia melawan militer Ukraina di wilayah timur.
Untuk meredam sekaligus menghentikan pertikaian yang terjadi, pemerintah Ukraina beserta perwakilan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk menandatangani perjanjian gencatan senjata pada 5 September 2014. Ada pun perjanjian gencatan lainnya yang telah disepakati pada pertengahan Februari 2015.
Rupanya, konflik Ukraina dengan Rusia itu pun berlanjut hingga saat ini dan belum menemukan titik terang. Tepat pada 24 Februari 2022, Presiden Ukraina yakni Volodymyr Zelenskyy resmi memutus hubungan diplomatiknya dengan Rusia.
Hal itu terjadi menyusul agresi militer yang dilancarkan Rusia terhadap beberapa kota di Ukraina.