Kasus Penimbunan Minyak Goreng di Beberapa Daerah
Satgas Pangan Polri mengungkapkan terdapat dugaan pelanggaran dalam pendistribusian minyak goreng yang terjadi di empat Provinsi dalam beberapa waktu terakhir. Empat provinsi itu yakni, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan.
Kasatgas Pangan Irjen Helmy Santika mengatakan bahwa kasus-kasus tersebut dilakukan dengan beragam modus dugaan kejahatan yang terjadi.
“Di Sumut ada tiga titik, di Jawa Tengah 1 titik dan di NTT dan sedang berjalan (penyelidikan) di Makassar,” kata Helmy, (21/2).
Kasus pertama, kata dia, ditemukan di wilayah Kudus, Jawa Tengah terkait dugaan penjualan minyak goreng palsu. Dalam hal ini, penjual mencampur minyak dengan air sehingga tak menjadi murni lagi.
Kemudian, kasus kedua ditemukan dugaan penimbunan sejumlah stok minyak goreng di Sumatera Utara (Sumut) dan NTT. Dalam hal ini, Helmy menjelaskan penyidik masih melakukan pendalaman terkait perkara tersebut.
Dia menjelaskan bahwa penyidik belum dapat menyimpulkan apakah benar tindakan yang dilakukan oleh para pengusaha di dua wilayah tersebut merupakan pelanggaran hukum.
“Supaya secara faktual, secara objektif bisa menemukan atau memenuhi syarat (pelanggaran pidana) sebagaimana disebut di Perpres 31 Tahun 2021,” jelas dia.
“Di Sumut dan di NTT di Kupang, sama ditemukan ada sejumlah stok yang diduga belum dijual,” tambah dia.
Kemudian, kasus terakhir di Makassar polisi menemukan pengalihan fungsi minyak goreng yang seharusnya untuk keperluan rumah tangga, namun dipakai untuk keperluan industri.
“Ada sekitar 61,18 ton minyak goreng curah, ini sumbernya dari Kalimantan Selatan masuk ke Makassar peruntukan minyak goreng curah untuk kebutuhan rumah tangga, tapi oleh pelaku dialihkan ke industri,” ucap Helmy.
Satgas Pangan Polri memperingatkan para pelaku usaha yang menimbun minyak goreng akan ditindak karena perbuatannya itu melawan hukum dan dapat menyebabkan kelangkaan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyampaikan pelaku usaha yang terbukti melakukan penimbunan dapat kena hukuman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp50 miliar sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-perundangan.
“Pelaku usaha yang melakukan penimbunan dapat disangkakan Pasal 107 juncto Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang No. 7 Tahu. 2014 juncto Pasal 11 ayat 2 Perpres No. 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting,” kata Ahmad Ramadhan.