Berita Holopis Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron menyampaikan, bahwa pihaknya melihat saat ini Indonesia sedang terjebak dalam situasi persaingan pasar bebas. Apalagi beberapa komoditas pangan yang menjadi kebutuhan penting masyarakat masih mengandalkan impor untuk memenuhi stok dalam negeri.

Hal ini disampaikan oleh Herman saat berbincang-bincang di Ruang Tamu Holopis Channel dengan tema ‘Indonesia Penghasil CPO Terbesar, Kok Minyak Goreng Mahal dan Langka?’ secara virtual, (22/2).

“Dengan integrasinya seluruh harga pangan dengan harga internasional, inilah yang mengakibatkan harga minyak goreng naik. Tidak hanya minyak goreng, tapi harga-harga komoditas yang terintegrasi harga pasar internasional ya berpengaruh,” kata Herman.

Ia menyebut, bahwa saat ini kedua negara besar di dunia, yakni Amerika Serikat dan China sedang mengalami inflasi. Kondisi ini yang membuat harga-harga di sana termasuk bahan komoditas menjadi ikut terdongkrak naik. Jelas sekali, situasi ini pun berdampak pula pada harga jual beli barang komoditas internasional, termasuk yang saat ini sedang dirasakan oleh Indonesia.

“Di Amerika dan China inflasi sedang tinggi, Harga-harga komoditas melonjak tinggi, pada akhirnya ini berimbas pada pasar Indonesia,” terangnya.

Sayangnya, situasi tidak baik di sektor ekonomi ini menjadi paradoks. Menurut Herman, kondisi ini dipengaruhi karena kurangnya jaring pengaman stok barang di dalam negeri yang kurang diantisipasi oleh pemerintah.

“Indonesia sebagai negara yang memproduksi sumber daya minyak dan sawit yang besar, tapi pada akhirnya kita mengalami kelangkaan,” imbuhnya.

Herman pun mengingatkan kembali kepada pemerintah khususnya Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar bisa mengorganisir dan mengkoordinir dengan baik perusahaan-perusahaan plat merah agar memaksimalkan dan meningakatkan produksi kebutuhan pokok demi memenuhi stok barang komoditas di dalam negeri.

Jika BUMN serius, ia yakin mereka bisa melakukannya dengan baik sehingga kelangkaan-kelangkaan bahan komoditas tidak sampai terjadi, serta harga-harga tidak malah melonjak terlalu tinggi yang mengakibatkan daya beli masyarakat juga tertekan.

“BUMN harusnya memproduksi (komoditas) hajat hidup, mereka harus mampu mengimbanginya. Kita ini untuk CPO (Crude Palm Oil) minyak sawit di PTPN, tapi mereka hanya mampu memproduksi konsensi 40 persen saja dengan penguasaan 50 persen. Artinya tidak cukup mampu meredam gejolak baik ketersediaan dan keterjangkauan dari sisi tempat dan harga,” paparnya.