Selanjutnya, pada hari Minggu 21 November 2021, mayoritas Gubernur di seluruh Indonesia sudah menetapkan UMP 2022. Nilainya pun bervariasi, seperti DKI Jakarta hanya naik 0,85% dibandingkan tahun 2021. Kemudian Provinsi Banten naik hanya sebesar 1,63 persen dibandingkan UMP tahun sebelumnya. Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Perlawanan Buruh
Upah yang naik rata-rata nasional sebesar 1,09 persen tersebut memicu polemik di kalangan masyarakat, khususnya kaum buruh di Indonesia. Mereka menilai angka tersebut sama sekali tidak bisa meng-cover kebutuhan hidup layak. Maka dari itu, Iqbal bersama dengan beberapa konfederasi dan serikat pekerja yang ada melakukan upaya hukum, yakni mengajukan judicial review terhadap UU dan menyatakan sikap penolakannya terhadap upah murah tersebut.
“Upah minimum itu ditolak oleh KSPI sebagai dasar kenaikan upah, karena KSPI masih melakukan judicial review di mahkamah konstitusi. Kalau MK mengabulkan gugatan maka PP Nomor 36 Tahun 2021 gugur secara otomatis, tidak boleh digunakan karena landasannya undang-undang omnibus law,” papar Iqbal.
Putusan MK Soal UU Cipta Kerja
Kontroversi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja berakhir pada putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan undang-undang omnibus law cipta kerja itu bertentangan dengan UUD 1945 dan harus diperbaiki dalam waktu 2 tahun.
“Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan’,” ujar Ketua Mahkamah sekaligus Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (25/1).
Putusan MK juga menyatakan UU Cipta Kerja tetap berlaku sampai perbaikan dalam kurun waktu 2 tahun. MK memerintahkan kepada pembuat undang-undang untuk segera memperbaiki UU Cipta Kerja dalam dua tahun. Apabila tidak, seluruh ketentuan dalam UU Cipta Kerja dinyatakan tidak berlaku dan inkonstitusional. Putusan juga memerintahkan agar pemerintah tidak mengeluarkan aturan teknis tentang Undang-Undang Cipta Kerja setelah putusan MK dibacakan.
“Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” kata Anwar.
Dalam pertimbangan putusan perkara 91/PUU-XVIII/2020 itu, Mahkamah menilai alasan pemerintah untuk melakukan revisi sejumlah undang-undang demi memangkas waktu tidak dapat dibenarkan. Pemerintah tidak boleh mengambil jalan pintas yang tidak sesuai dengan UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) yang merupakan turunan UUD 1945.
MK juga menganulir dalih pemerintah bahwa UU Cipta Kerja sama dengan UU No. 7 Tahun 2017 maupun UU 32 tahun 2004. Mahkamah juga menemukan perubahan materi muatan RUU Cipta Kerja secara substansial. Mereka mencontohkan halaman 151-152 RUU Cipta Kerja hasil pengesahan antara DPR dengan pemerintah yang membahas tentang perubahan Pasal 46 pada UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Akan tetapi, Pasal 46 tidak termuat dalam UU No. 11 tahun 2020 di halaman 227-228.