Yus mengetahui bahwa dirinya depresi, ketika dia memutuskan akan mengakhiri hidupnya karena dapat serangan dari teman-teman Bagus yang merupakan teman-teman Yus juga.
Menurut teman-temannya, Yus bodoh telah memberikan aset masa depannya untuk Bagus, dan telah menyalahkan sepenuhnya kejadian ini kepada Yus.
“Beberapa temen-temen kuliah aku, berpihak ke Bagus karena menurut mereka, semua kejadian ini salah ku,” ungkap Yus.
Saat itu Yus bingung harus mengakhiri hidupnya atau tidak, disisi lain Yus masih mendapatkan dukungan dari keluarganya dan juga beberapa rekan kerja.
“Waktu lagi masa sulit itu, aku benar-benar mau bunuh diri dengan cara apapun, karena saat aku bercerita ke orang yang menurut ku sahabat, malah menyudutkan kesalahan ku dan tidak mendukung aku untuk sembuh, jadi aku pergi ke psikolog aku dianggap gila sama dia,” tambah Yus.
Setelah kejadian berlalu berbuan-bulan, Yus mulai bertemu dengan teman dan juga sahabatnya untuk menghapus semua kesedihannya, Yus mendapatkan dukungan tambahan dari beberapa teman lamanya yang merupakan sahabat Bagus juga.
Selain karena faktor pacar, ada juga faktor lain ternyata yang berpengaruh terhadap kesehatan mental, terlebih di masa pandemi seperti ini.
Aktifis kesehatan mental dan juga penyintas, Hana Alfikih bercerita, kondisi mereka saat itu justru malah terkesan dikesampingkan dari kehidupan normal dan malah termarjinalkan.
Perempuan yang juga akrab disapa Hana Madness itu merasa bersyukur ketika mendapatkan dukungan dari keluarganya, meskipun diakuinya itu agak terlambat.
“Aku gak tahu takut hari senin sampai keringetan, aku gak tahu kenapa bisa nangis sendiri enggak berhenti dan sebagainya. Aku dapat support dari keluargaku baru beberapa tahun terakhir ini setelah aku sudah bisa berdaya. Jauh sebelum itu aku merasa tidak dicari lagi,” ungkap Hanna.