Jumat, 20 September 2024
Jumat, 20 September 2024

G30S : Propaganda dan Stigmatisasi Terhadap Gerwani

Tragedi G30S dan Akhir Dari Gerwani

Malam kelam pada 30 September 1965 menjelang dini hari menjadi saksi bisu pembunuhan enam jenderal dan satu perwira Angkatan Darat di Jakarta oleh apa yang disebut sebagai Gerakan 30 September (G30S).

Tubuh para korban yang terbunuh di sumur Lubang Buaya ditemukan tiga hari kemudian.

Autopsi yang dilakukan di rumah sakit tentara pada 4 Oktober — dan ditandatangani oleh Jenderal Soeharto dan Presiden Soekarno — merinci bahwa penyebab kematian mereka karena tembakan senjata api dan trauma yang mungkin disebabkan pukulan dari senjata.

Autopsi juga mencatat kerusakan pada tubuh sejumlah jenderal terjadi karena jenazah mereka terbaring selama sekian lama di dasar sumur yang lembab. Menurut dokter forensik, inilah yang menyebabkan kondisi mata salah satu korban sangat buruk.

Namun, temuan ini tidak dipublikasikan. Hasil autopsi ini baru muncul di arena publik setelah dipublikasikan oleh sosiolog Ben Anderson lewat tulisannya How Did The Generals Die pada 1987.

Alih-alih hasil autopsi, pemerintah pada saat itu menyebarkan cerita yang sangat berbeda ke dunia luar.

Harian Angkatan Bersendjata, yang menjadi corong pemerintah, menerbitkan foto-foto jenazah dan memberitakan kematian mereka sebagai “perbuatan biadab berupa penganiayaan yang dilakukan di luar batas perikemanusian”.

Sementara, Berita Yudha, koran tentara yang juga menjadi corong pemerintah, mencatat bahwa “bekas-bekas luka di sekujur tubuh akibat siksaan sebelum ditembak” masih membalut tubuh-tubuh para korban.

Pemberitaan koran-koran tentara ini segera diikuti oleh media massa lain, yang menggambarkan para perempuan menggoda jenderal dengan melakukan tarian telanjang yang erotis, disertai nyanyian lagu Genjer-Genjer. Setelah itu, mereka mulai mengebiri para jenderal dan mencungkil mata mereka.

Laporan-laporan yang tidak terverifikasi ini menyebar ke media massa lainnya, yang memberitakan cerita-cerita bohong tentang penyiksaan seksual dan pengebirian yang dilakukan oleh anggota Gerwani, berakibat pada kekerasan yang disasar pada perempuan.

Tragedi G30S membawa Gerwani berada pada posisi yang sulit. Bersamaan dengan PKI, BTI, dan organisasi sayap kiri lain, anggota Gerwani dituduh memiliki andil dalam tragedi pembunuhan jenderal tersebut. Bahkan propaganda yang kemudian disebarkan oleh Suharto menyebarkan kabar bohong bahwa anggota Gerwani mencongkel mata dan memotong alat kelamin para jenderal Angkatan Darat.

Selanjutnya, komando yang diberikan oleh Suharto sebagai pemegang kendali keamanan negara menyebabkan para anggota Gerwani dikurung dan disiksa di penjara-penjara lokal. Kamp Plantungan merupakan situs pembuangan tahanan politik perempuan sebagai bandingan dengan Pulau Buru yang dibuat untuk tahanan politik laki-laki.

Temukan kami juga di Google News lalu klik ikon bintang untuk mengikuti. Atau kamu bisa follow WhatsaApp Holopis.com Channel untuk dapatkan update 10 berita pilihan dari redaksi kami.

Rekomendasi

berita Lainnya
Related

Hari Perhubungan Nasional 17 September, Begini Sejarahnya

Setiap tanggal 17 September, Indonesia memperingati Hari Perhubungan Nasional atau yang biasa disebut Harhubnas. Peringatan ini merupakan momentum penting bagi kita untuk merefleksikan dan mengapresiasi peran vital sektor perhubungan dalam mendukung pembangunan nasional.

Hari Palang Merah Nasional 17 September, Begini Sejarahnya

Hari Palang Merah Nasional diperingati setiap tanggal 17 September, yang pertama kali diresmikan dan diketahui oleh Drs. Mohammad Hatta pada tahun 1945.

Hari Ozon Internasional, 16 September : Simak Tema dan Sejarahnya

Hari Ozon Internasional diperingati pada 16 September di setiap tahunnya, dimana hari besar tersebut diperingati bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dunia agar lebih mengenal mengenai ozon bumi itu sendiri.
Prabowo Gibran 2024 - 2029
Ruang Mula

Berita Terbaru