Berdasarkan data dari kepolisian, mulai April 2020 hingga Juli 2021, setidaknya ada 937 kasus kejahatan siber yang dilaporkan. Paling banyak adalah kasus, provocative, hate content, dan hate speech sebanyak 473 kasus. Lalu penipuan daring sebanyak 259 kasus, dan konten porno sebanyak 82 kasus.
Menurut Bhakti faktor terjadinya kasus provocative, hate content, dan hate speech, karena residu politik yang muncul akibat pemilihan daerah maupun pemilu nasional sehingga mengakibatkan polarisasi masyarakat.
“Hal tersebut terbawa hingga saat ini di mana saat pandemi terjadi seharusnya masyarakat Indonesia bersatu untuk melawan wabah ini tetapi malah saling bertengkar dan menyalahkan satu sama lain,” ujarnya.
Tidak hanya itu, ada kejahatan lainnya yang muncul saat pamdemi. Para pelaku, justru memanfaatkan pandemi untuk mengambil keuntungan dari ketidakberdayaan, dan keterbatasan masyarakat selama pandemi Covid-19.
Seperti menaikan harga barang yang dibutuhkan masyarakat diatas harga normal, lalu penimbunan barang yang membuat kelangkaan barang dipasar, penyebaran informasi hoaks soal pandemi Covid-19.