JAKARTA, HOLOPIS.COM – Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur Ali Mahdi Al Hamid meminta agar aparat keamanan, baik dari unsur Detasemen Khusus 88 Anti Teror (Densus 88 AT) Polri hingga Badan Nasional Penggulangan Terorisme (BNPT) lebih meningkatkan kewaspadaan, serta semakin mematangkan langlah antisipatif pengamanan dan pencegahan kerawanan radikalisme.
Hal ini dituturkan oleh Habib Syakur agar jangan sampai aparat keamanan di Indonesia sekaligus seluruh tim intelijennya kecolongan, sehingga potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di Konferensi Tingkat Tinggi Presidensi G20 (KTT G20) di Indonesia nanti bisa terjadi.
“KTT G20 itu bisa menjadi momentum favorit bagi kelompok radikal ekstremis teroris itu melancarkan serangannya. Karena musuh bersama mereka kebetulan bakal ngumpul di Bali,” kata Habib Syakur, Sabtu (18/6).
Ia juga menyoroti tentang adanya koordinasi antar kementerian dan lembaga keamanan yang bergerak di bidang keamanan agar tidak fokus pada zona pulau Jawa saja. Karena beberapa kawasan lainnya pun masih sangat potensial menjadi sentra komando kelompok pelaku teror itu.
“Makanya BNPT dan Densus 88 jangan terlalu percaya diri bahwa akses masuk hanya di Pulau Jawa, misalnya pelabuhan di Banyuwangi. Kan mereka bisa berangkat dari NTB, NTT, Poso dan sebagainya,” ujarnya.
Selain antisipasi di lapisan akses masuk Bali saja, Habib Syakur menyarankan agar ada pelibatan masyarakat untuk bisa memastikan upaya antisipatif dilakukan sejak dini. Apalagi kata Habib Syakur, kelompok-kelompok tersebut sudah banyak yang melebur ke masyarakat untuk melakukan kamuflase sehingga tidak mudah terlacak dengan baik.
“Lakukan penguatan kepada masyarakat, tanamkan soal Pancasila dan nilai-nilai mulianya. Libatkan orang-orang di perkampungan dengan penguatan ideologi, misal kampung tangguh pancasila, ini penting,” tandasnya.
Terakhir, Habib Syakur mengingatkan bahwa beberapa waktu sebelum hari pelaksanaan KTT G20 juga menjadi momentum yang harus diwaspadai betul. Ajang internasional tersebut sangat berpotensi dimanfaatkan jaringan teroris untuk menunjukkan eksistensinya.
“Kan beberapa waktu terakhir tak ada itu aksi-aksi pengeboman. Jadi ini mungkin saatnya, bisa aksi sebelum acara KTT, bukan juga ada aksi-aksi bersifat lone wolf,” pungkas Habib Syakur.