JAKARTA, HOLOPIS.COM – Media sosial yakni Facebook dan You Tube ternyata menjadi pilihan favorit para kelompok teroris dalam menyebarkan paham radikalisme.
Kabag Banops Densus 88 Anti-teror Polri, Kombes Pol Aswin Siregar mengatakan, hal tersebut terungkap dari strategi yang digunakan Mahasiswa Universitas Brawijaya berinisial IA yang merupakan terduga teroris saat ditangkap di Malang Jawa Timur beberapa waktu lalu.
IA diduga mendapatkan materi-materi propaganda ISIS itu dari MR yang merupakan tersangka jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
“Komunikasi salah satunya selain daripada penyerangan adalah mendapatkan materi konten dari tersangka yang sudah ditangkap di Jakarta berinisial MR,” kata Aswin (1/6).
Dikatakan Aswin, materi propaganda yang didapatkan IA itu berisi tentang dukungan terhadap ISIS, cita-cita dan berdirinya Daulah atau negara Islam Indonesia atau Khilafah. Adapun materi tersebut hanya berbentuk video yang kemudian diterjemahkan oleh IA melalui teks.
“Video-video materi yang dikirim kemudian dia yang menerjemahkan membuat teks-teks untuk bacaan di video-video itu,” jelasnya.
Materi video dengan terjemahan teks tersebut disebarluaskan IA melalui media sosial Facebook. Sebab, kata Aswin, di media sosial tersebut terdapat grup atau fan base khusus penyebaran konten propaganda ISIS.
“(Konten propaganda disebarkan) untuk masyarakat secara umum ya, lebih banyak ke dalam jaringannya sih nggak seperti di publish ke YouTube umum gitu ya, dia disebar di group atau di fan base atau di FB groupnya dia gitu,” tukasnya.
Seperti diketahui, IA ditangkap di kos-kosan Kota Malang, Jawa Timur, pukul 12.00 WIB pada Senin, 23 Mei 2022.
IA diduga terlibat mengumpulkan dana membantu kegiatan ISIS di Indonesia. Penggalangan dana ini dilakukan sejak tahun 2019 lalu. Selain itu, IA disebut mengelola media sosial menyebarkan materi-materi ISIS terkait tindak pidana terorisme.
Dalam kasus ini, IA dijerat Pasal 15 Jo 7 dan Pasal 13A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dengan ancaman penjara paling lama lima tahun.