JAKARTA, HOLOPIS.COM – Dari hasil yang dilakukan lembaga Survei Charta Politika Indonesia, dari 1.200 responden yang diminta pendapatnya sebanyak 40,3 persen mengaku belum tahu pemilihan umum akan digelar serentak pada tahun 2024.
59,7 persen atau sebanyak 716 orang, tahu bahwa pemilu untuk memilih presiden, anggota legislatif dan kepala daerah akan dilakukan di tahun yang sama.
“Namun, sebanyak 484 responden lainnya mengaku belum mengetahui informasi tersebut,” kata Yunarto Wijaya, Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, di Jakarta, Senin (20/12).
Yunarto mengatakan ini akan jadi pekerjaan rumah penyelenggara pemilu, untuk bisa memberikan informasi kepada masyarakat.
“Ini PR (pekerjaan rumah) bagi KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) penyelenggara pemilu,” kata Yunarto saat memaparkan hasil survei.
Selanjutnya, Yunarto kembali menjelaskan bahwa responden yang setuju pemilihan umum digelar serentak pada tahun 2024 ada 81,7 persen. Sisanya, 17,3 persen responden mengatakan tidak setuju.
“Ini mungkin berpengaruh pada psikologi orang ketika sekarang merasa Covid-19 sudah mereda, situasi pertemuan online sudah bisa dilakukan, dan tidak berbahaya lagi untuk kumpul pada masa Covid-19, termasuk diselenggarakan pemilu serentak terbesar sepanjang sejarah di Indonesia,” kata Yunarto.
Charta Politika juga menghimpun persepsi publik mengenai adanya wacana menunda pemilu sampai 2027 karena alasan pandemi Covid-19.
Mayoritas responden, yaitu 47,6 persen dari 1.200 orang yang diwawancara tidak setuju dengan penundaan pemilu sampai 2027. Namun, ada 20,4 persen responden atau sebanyak 245 orang setuju dengan wacana itu.
Isu pemilu lainnya yang ditanyakan Charta Politika kepada responden perihal wacana perpanjangan masa jabatan presiden sampai tiga periode.
Hasil survei memperlihatkan 46,2 persen responden mengetahui wacana perpanjangan itu, sementara 36,4 persen tidak tahu.
Terkait dengan itu, Charta Politika lanjut mendalami persepsi para responden terkait dengan wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
Hasilnya sebanyak 57,9 persen responden tidak setuju terhadap wacana itu, sedangkan 19,8 persen menyatakan setuju.