MAKASSAR – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) akhirnya buka suara terkait dengan kasus Bripda Fauzan yang nikahi wanita korban pemerkosaan dirinya hingga 10 kali. Menurut Komisioner Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Ida Oetari Poernamasasi, pernikahan itu seharusnya tidak terjadi.
“Pada prinsipnya korban perkosaan itu sebaiknya tidak dinikahkan,” kata Ida, Senin (13/1).
Menurut Ida, penanganan terhadap korban perkosaan seharusnya menjadi prioritas Kepolisian. Sementara pernikahan tersebut, kata Ida, justru membuktikan perlakuan hukum tidak memihak kepada korban.
“Perempuan yang diperkosa akan trauma jika dinikahkan dengan pelaku,” jelas Ida.
Diketahui, Bripda Fauzan dituding menelantarkan wanita korban perkosaan yang telah dinikahinya. Menanggapi hal itu, Ida pun sepakat jika korban kembali membawa kasus ini ke ranah hukum.
“Laporkan saja KDRT-nya ke Polda atau Polres,” kata Ida.
Diberitakan sebelumnya, oknum polisi Bripda Fauzan lolos dari sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) setelah menikahi wanita yang diperkosanya di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Kuasa hukum korban perkosaan, Muhammad Irvan, menuding Bripda F sengaja menikahi korbannya hanya demi menyelamatkan karirnya di kepolisian.
“Kami menduga, bahkan atas pengakuan korban bahwa dia nikahi ini hanya karena untuk menghindari jeratan hukum maupun PTDH,” ujar Muhammad Irvan Sabtu (11/1/2025).
Irvan menjelaskan, Bripda F menikahi korban perkosaannya pada 20 Desember 2023 lalu. Pihak korban rela dinikahi dengan alasan menerima itikad baik Bripda F yang mau bertanggung jawab.
“Keduanya dinikahkan tentunya menjadi pertimbangan sehingga dalam putusan tingkat banding sidang etik Bripda F dijatuhi hukuman demosi selama 15 tahun dan mutasi ke Polres Toraja Utara,” kata Irvan.
Namun belakangan pihak keluarga korban merasa dikhianati sebab Bripda F langsung meninggalkan istrinya pada hari pertama setelah pernikahan. Bahkan Bripda F enggan menemui istrinya di Makassar.
“Tidak sampai 24 jam setelah menikah sudah ditinggalkan oleh suaminya,” kata Irvan.
Irvan menjelaskan pihak keluarga telah berupaya menemui orang tua Bripda F untuk membahas perlakuan Bripda F. Namun pertemuan tersebut ditolak.
“Pada tanggal 2 Januari 2024, korban bersama kedua orang tua ke Makassar bermaksud untuk silaturahim dengan keluarga Bripda F, tapi ditolak oleh bapak Bripda F, Kompol M melalui pesan singkat WhatsApp,” jelas Irvan.
Bripda F juga dituding mengabaikan korban saat jatuh sakit di Makassar. Menurut Irvan, korban telah berupaya mengabari Bripda F terkait kondisinya itu, namun tidak digubris Bripda F.