Haidar Alwi Anggap PDIP Bukan Siapa-siapa Tanpa Jokowi Sepanjang 10 Tahun Terakhir

JAKARTA – Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi memberikan respons atas keputusan DPP PDI Perjuangan yang mengumumkan pemecatan terhadap Joko Widodo (Jokowi) sebagai kader mereka.

Menurutnya, Pemecatan Jokowi yang tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 tersebut hanya bentuk kekecewaan PDIP gegara Jokowi memilih untuk mengambil sikap di luar partai karena tak dihormati lagi sebagai kader.

“Jokowi dianggap telah melakukan pelanggaran berat terkait etik dan disiplin partai. Yaitu menyalahgunakan kekuasaan untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi yang menjadi awal rusaknya sistem demokrasi, sistem hukum dan sistem moral-etika,” kata Haidar Alwi dalam keterangan tertulisnya yang diterima Holopis.com, Senin (16/12).

Menurutnya, tudingan PDIP terhadap Jokowi tersebut tak dapat dibuktikan secara hukum. Bahkan Haidar Alwi menilai PDI Perjuangan sebenarnya bukanlah apa-apa tanpa peran sosok Jokowi sepanjang 10 tahun terakhir ini.

Dalam artian, kesuksesan yang diraih PDI Perjuangan dalam tiga pemilu terakhir tidak terlepas dari “Jokowi Effect”.

“Tanpa Jokowi, PDIP bukan apa-apa. Dapat kursi terbanyak di DPR tiga kali beruntun itu juga sejak Jokowi populer. Sebelumnya? Ngga pernah,” ujarnya.

Bahkan ketokohan Megawati Soekarnoputri pun menurut Haidar Alwi tak memiliki kekuatan elektoral sebesar Jokowi untuk memberikan benefit politik kepada partai berlambang banteng moncong putih itu.

“Megawati? Dia jadi presiden karena dipilih MPR, bukan rakyat secara langsung,” ketuasnya.

Dijelaskannya Haidar Alwi, pada pemilu 2004 PDI Perjuangan berada di bawah bayang-bayang Partai Golkar dengan perolehan suara 21.026.629 suara atau 18,53 persen. Lima tahun kemudian, tepatnya 2009 PDI Perjuangan melorot ke posisi tiga di bawah Partai Demokrat dan Partai Golkar dengan perolehan suara turun drastis menjadi 14.600.091 atau 14,03 persen.

“Setelah Jokowi jadi capres 2014, barulah perolehan suara PDIP membumbung tinggi menjadi 23.681.471 atau 18,95 persen. Terus naik pada pemilu 2019 menjadi 27.053.961 atau 19,33 persen,” tandas Haidar Alwi.

“Dan pada pemilu 2024 ketika renggang dengan Jokowi, perolehan suara PDIP kembali turun menjadi 25.387.279 atau 16,72 persen,” sambungnya.

Menurutnya, PDI Perjuangan baru berani memecat Jokowi setelah puas mengambil manfaat elektoral di Pileg dan Pilkada 2024. Sebab, PDI Perjuangan tahu betul bahwa Jokowi memiliki basis pendukung yang cukup militer dan banyak.

“Renggangnya sudah lama, tapi baru dipecat sekarang setelah pilpres dan pilkada. Selain karena takut bakal jadi sentimen negatif untuk partai, PDIP juga butuh ‘Jokowi Effect’. PDIP tidak ingin kehilangan manfaat elektoral dari pemecatan Jokowi mengingat pendukungnya cukup banyak,” tukasnya.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

Presiden Republik Indonesia

BERITA TERBARU

Viral