JAKARTA – Kapolres Jepara, AKBP Wahyu Nugroho Setyawan menegaskan bahwa kasus pidana yang melibatkan anak kiai besar di Jepara, Mar’ie Muhammad Riza masih diproses oleh jajaran reserse.
“Hasil pengecekan di Reskrim, kasus pidananya memang masih diproses,” kata Wahyu kepada wartawan di Japara, Jumat (6/12) seperti dikutip Holopis.com.
Ia mempersilakan jika baik keluarga tersangka maupun pihak korban menjalin komunikasi untuk menyikapi kasus ini. Namun ia menegaskan hal itu tidak akan ada kaitannya dengan proses hukum yang dijalankan oleh Polres Jepara.
Sebab kasus kriminalitas yang dilakukan oleh putra KH. Hayatun Nufus Abdullah Hadziq tersebut akan diproses sampai tuntas.
“Kalaupun ada upaya-upaya mediasi tentunya di luar proses penyidikan,” tegasnya.
Sementara itu, korban penembakan Mar’ie, yakni ko Hadi Susanto (43) saat ini mengaku sudah memaafkan dan mengiklaskan apa yang ia alami. Hanya saja, dirinya berharap proses hukumnya tetap berjalan untuk menjadikan pelajaran bagi semua pihak, khususnya bagi tersangka.
“Proses hukum harus ditegakkan seadil-adilnya, agar memberikan efek jera bagi Gus MMR,” kata Eko di kediamannya.
Apalagi soal kepribadian Mar’ie, guru ngaji ini menegaskan bahwa kelakuan kurang baiknya memang sudah kondang di Jepara, khususnya di kawasan Nalumsari. Hanya saja banyak dari masyarakat tidak berani bersikap karena memandang ayah pelaku yang seorang Rais Syuriah NU Jepara.
Pun demikian, ia menegaskan bahwa kelurga KH Hayatun sudah memiliki iktikad baiknya, salah satunya siap mengganti sepeda motor yang dibakar oleh putra ketiganya itu.
Namun Eko juga tetap menyampaikan sikapnya kepada Ibu pelaku bahwa proses hukum wajib dilanjutkan agar ada efek jera, sekaligus pembelajaran bagi siapa pun untuk tidak mengikuti perilaku Mar’ie tersebut.
“Benar, Bu Nyai Nur (Ibu Mar’ie) sudah datang ke rumah saya dua kali, sehari setelah kejadian. Pertama pagi-pagi tapi tidak bertemu saya, lalu sorenya datang lagi,” ungkap Eko.
Atas kasus tersebut, Mar’i Muhammad Riza dijerat dengan pasal 1 ayat 1 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Pasal 351 ayat 2 KUHPidana dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.