JAKARTA – Menteri Rini Widyantini mengingatkan bahwa Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) harus mampu memandang bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kesetaraan dalam berkarya.
Hal ini disampaikan karena Kemen PANRB merupakan leading sector dalam tata kelola SDM (Sumber Daya Manusia).
Rini juga mengatakan rendahnya representasi perempuan dalam jabatan pimpinan tinggi bukan semata-mata karena kurangnya kualifikasi. Padahal, persentase jumlah ASN perempuan saat ini sebanyak 57 persen.
“Secara garis besar, Kementerian PANRB mengupayakan kebijakan yang mendukung perempuan untuk memecahkan hambatan individual, kultural, dan kelembagaan. Sehingga harapannya akan terbuka jalan bagi perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka dalam kariernya sebagai ASN,” kata Rini dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (5/11).
Sementara itu, berdasarkan penelitian, PROSPERA telah mengidentifikasi beberapa hambatan utama yang dihadapi perempuan dalam mengembangkan karier di sektor publik.
Hambatan yang dihadapi perempuan meliputi faktor keluarga, faktor individu, dan aspek budaya kerja. Oleh sebab itu, Kementerian PANRB juga telah menginisiasi beberapa kebijakan strategis dalam mendukung perempuan untuk mengatasi hambatan pengembangan karier.
Pertama, ASN memiliki panduan budaya kerja yang terangkum dalam BerAKHLAK.
“Nilai-nilai BerAKHLAK sejatinya merupakan fondasi untuk membangun budaya kerja yang inklusif. Misalnya, nilai ‘Kompeten’ mendorong kita untuk memberikan kesempatan yang sama bagi semua ASN untuk mengembangkan potensi mereka, tanpa memandang gender,” katanya.
Nilai ‘Harmonis’ dan ‘Kolaboratif’ diterapkan dengan menciptakan lingkungan kerja yang bebas dari diskriminasi dan harassment, sehingga siapa saja akan merasa aman dan nyaman untuk berkontribusi.
Kemudian, nilai ‘Adaptif’ mendorong individu untuk menerima perspektif yang berbeda, termasuk perspektif perempuan, yang penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan menghargai perbedaan.
Kebijakan kedua, melalui Peraturan Menteri PANRB tentang Sistem Kerja, seluruh ASN pada Jabatan Fungsional dan Pelaksana diberikan kesempatan yang sama untuk dapat menjadi team leader, tanpa memandang gender, karena basis utamanya adalah keahlian dan kompetensi.
Sistem tersebut membuka kesempatan yang luas bagi ASN perempuan untuk dapat menjadi ketua tim, yang sekaligus sebagai wadah melatih kemampuan manajerial pegawai untuk ke depannya menjadi Pejabat Pimpinan Tinggi.
“Kebijakan lainnya, melalui Peraturan Presiden tentang Hari Kerja dan Jam Kerja Instansi Pemerintah dan Pegawai ASN, Bapak Presiden telah memberikan pengaturan bahwa Pegawai ASN dapat melaksanakan tugas kedinasan secara fleksibel, baik secara lokasi dan/atau waktu,” jelas Rini.
“Hal ini memberikan kesempatan bagi pegawai ASN perempuan, khususnya bagi yang telah berkeluarga untuk dapat menyeimbangkan agenda pekerjaan, tanpa mengabaikan perannya dalam keluarga,” sambungnya.
Selain itu, pada kebijakan terbaru yakni lewat RPP Manajemen ASN mengatur ketentuan cuti bagi ASN pria yang mendampingi istrinya melahirkan.
Kebijakan ini merupakan pesan kuat bahwa peran pengasuhan anak yang seringkali dibebankan pada perempuan sehingga menjadi hambatan dalam pengembangan karier, kini menjadi tanggung jawab bersama.
Dirinya meminta dukungan aktif semua pihak pada upaya memperkuat peran perempuan dalam birokrasi.
“Perubahan budaya yang mendalam membutuhkan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat, mulai dari dari keluarga, masyarakat, termasuk swasta dan civil society. Bersama-sama, kita dapat membangun lingkungan yang inklusif dan memberdayakan bagi perempuan, sehingga mereka dapat mencapai potensi penuhnya sebagai ASN,” pungkasnya.