Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menilai bahwa penetapan tersangka terhadap Tom Lembong (Thomas Trikasih Lembong) sudah benar.

Persoalan belum ditemukannya aliran uang terhadap Tom Lembong dalam kasus yang menyeret mantan Menteri Perdagangan tersebut juga dibenarkan dalam hukum di Indonesia.

“Itu Tom Lembong ndak ada korupsinya karena tidak ada aliran dana ke Tom Lembong, ndak bisa!,” kata Mahfud MD, Kamis (8/11).

Dalam paparannya, pakar hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tersebut menyampaikan, bahwa di dalam hukum di Indonesia, korupsi tidak selalu harus ada aliran dana.

“Dalam hukum korupsi itu tidak harus ada aliran dana. Rumusnya itu memperkaya diri atau memperkaya orang lain, termasuk perusahaan-perusahaan yang diberi lisensi,” ujarnya.

Jika ada praktik untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, maka unsur pertama telah terpenuhi dan dapat diproses ke jalur hukum seperti yang dialamatkan kepada Tom Lembong saat ini.

“Kalau ada keuntungan tidak wajar, korupsi, unsur pertama terpenuhi,” sambung Mahfud.

Unsur kedua adalah pelanggaran hukum. Jika ada praktik pelanggaran hukum dan aturan yang ada, maka potensi proses hukum atas kasus dugaan tindak pidana bisa dijeratkan kepada terduga pelaku.

“Dengan cara melanggar hukum, melanggar aturan yang telah ditentukan. Tentu lalu dihitung kerugian negara atas ini semua berapa,” tandas Mahfud.

Oleh sebab itu, tak ada yang perlu diperdebatkan terlalu keras dalam persoalan penetapan tersangka Tom Lembong oleh Kejaksaan Agung atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan gula pasir di Kementerian Perdagangan.

“Bahwa unsurnya nampaknya udah terpenuhi untuk Tom Lembong itu jadi tersangka,” sambung dia lagi.

Hanya saja, Mahfud MD menyampaikan wajar jika publik memberikan pendapat bahwa penetapan tersangka Tom Lembong adalah praktik kriminalisasi. Sebab, Kejaksaan lebih memilih membidik Tom yang memiliki periodesasi lebih jauh ketimbang periode menteri yang lebih dekat.

“Ada yang menduga dikriminalisasi, kan analisis banyak orang. Karena sebenarnya pak Lembong itu melakukan membuat kebijakan yang jadi tersangka adalah tahun 2016, dan kebijakan yang sama dilakukan lebih besar oleh Menteri Perdagangan berikutnya,” tutur Mahfud.

Setelah Tom Lembong, kursi Menteri Perdagangan juga diisi oleh sejumlah tokoh yang juga melakukan impor gula jauh lebih besar ketimbang era Tom. Mulai dari Enggartiasto Lukita yang menjabat 2016-2019, Agus Suparmanto yang menjabat 2019-2020, Muhammad Lutfi yang menjabat 2020-2022, dan Zulkifli Hasan yang menjabat 2022-2024.

“Itu kan mestinya mulai dari sini nih, dari yang terdekat, kenapa mulai dari yang jauh. Nah itu orang menganggap itu kriminalisasi karena politik,” tandasnya.

Pun demikian, Mahfud juga menduga tak ada kriminalisasi terhadap kasus Tom Lembong. Hanya saja sebaiknya Kejaksaan Agung pun menjawab keresahan dan pertanyaan publik terkait dengan keterlibatan menteri-menteri setelah Tom Lembong tersebut dalam praktik impor gula.

“Mungkin tidak bener, tidak ada kriminalisasi, tapi tolong dong ini dijawab, itu kata masyarakat,” pungkasnya.