HOLOPIS.COM, JAKARTA – Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menegaskan bahwa aksi lanjutan yang dilakukan oleh serikat buruh bersama empat konfederasi serikat buruh serta 60 federasi serikat pekerja di tingkat nasional, termasuk KSPI, KSPSI, FSPMI, SPN, FSPTSK, dan berbagai federasi serikat buruh lainnya akan terus berlangsung hingga pemerintah memutuskan kenaikan upah minimum sebesar 8 – 10 persen.
Menurutnya, aksi yang diawali pada hari Kamis 24 Oktober 2024, akan dilanjutkan pada Senin, 28 Oktober, di berbagai wilayah industri, seperti Bekasi (Kota dan Kabupaten), Tangerang, Karawang, dan kota-kota industri lainnya. Ribuan buruh akan turun ke jalan menuju kantor bupati atau wali kota di wilayah-wilayah ini.
Aksi juga diklaim akan meluas ke berbagai kota industri di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Kepulauan Riau (termasuk Batam), Kalimantan, Sulawesi, NTB, NTT, dan wilayah timur Indonesia.
Iqbal menerangkan bahwa aksi ini akan berlangsung hingga 31 Oktober 2024. Namun, jika hingga 1 November 2024 belum ada keputusan terkait kenaikan upah minimum provinsi, aksi ini akan terus berlanjut hingga pertengahan November, dengan kemungkinan mogok nasional yang melibatkan 5 juta buruh di 15.000 pabrik di 38 provinsi dan 350 kabupaten/kota di seluruh Indonesia pada 11-12 November atau 25-26 November, tergantung pada kapan keputusan kenaikan upah diumumkan.
“Kami menuntut kenaikan upah minimum sebesar 8-10%, tanpa menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023. Pemerintah harus segera memutuskan kenaikan upah minimum, sesuai dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” tegas Said Iqbal dalam keterangan persnya yang diterima Holopis.com, Minggu (27/10).
Iqbal juga menyebutkan bahwa selama ini pemerintah selalu mengulang-ulang “argumentasi kaset rusak” dengan menyatakan bahwa perjuangan buruh tidak hanya tentang kenaikan upah, tetapi juga tentang kesejahteraan secara keseluruhan.
“Argumen ini sudah basi dan harus dibuang ke laut. Faktanya, tanpa kenaikan upah yang layak, buruh tidak mungkin mencapai kesejahteraan,” tambahnya.
Iqbal menggarisbawahi bahwa struktur skala upah yang ada saat ini hanya berlaku untuk 10% buruh, sementara 90% lainnya tidak mendapatkan kejelasan.
Kebijakan upah yang ditolak oleh KSPI meliputi kenaikan upah di bawah inflasi yang dianggap sebagai “hukuman ekonomi.” Selain itu, kebijakan “batas bawah-batas atas” juga ditolak karena ini tidak diatur dalam undanh-undang dan tidak memadai dalam melindungi buruh.
“Kebijakan ini jelas tidak berpihak pada buruh,” tegas Iqbal.
Indeks tertentu sebesar 0,1-0,3% yang diterapkan dalam perhitungan upah juga disebut Iqbal sebagai “bohong sepihak dari pemerintah” karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan hanya memperburuk kondisi buruh.
“Jika kenaikan upah di bawah inflasi, ini bukan kenaikan, melainkan menambah beban buruh. Kami siap melakukan mogok nasional jika pemerintah tetap menggunakan kebijakan upah yang tidak berpihak pada buruh,” tegasnya.
Menurut Iqbal, daya beli buruh telah menurun selama lima tahun terakhir akibat tidak adanya kenaikan upah yang memadai, yang berdampak langsung pada penutupan berbagai industri, termasuk tekstil dan garmen. Ia juga mengkritik pemerintah yang terus mengulang retorika kesejahteraan buruh tanpa solusi nyata terkait kenaikan upah.
KSPI bersama Partai Buruh dan serikat buruh lainnya siap terus memperjuangkan hak-hak buruh melalui aksi yang konstitusional, termasuk mogok nasional jika diperlukan.