Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sedang mengusut dugaan korupsi Dana Penunjang Operasional dan Program Peningkatan Pelayanan Kedinasan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pemerintah Provinsi Papua. Kasus ini merupakan pengembangan perkara suap, gratifikasi, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat mantan Gubernur Papua Lukas Enembe. 

Pengusutan kasus itu mengemuka dari diperiksanya Presiden Direktur PT Rio De Gabriello atau Round De Globe (RDG) Airlines, Gibbrael Isaak pada hari ini, Senin (14/10). Gibbrael yang diperiksa sebagai saksi didalami penyidik KPK terkait aliran uang dan aset pesawat yang diduga dari tindak pidana. 

“Saksi hadir. (Didalami) terkait aliran uang dan aset pesawat yang diduga dari tindak pidana,” ucap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika dalam keterangannya kepada wartawan, seperti dikutip Holopis.com.

Sayangnya, Tessa saat ini belum merinci lebih lanjut soal perkara yang sedang diusut itu. Pun termasuk dugaan keterlibatan PT RDG tersebut. 

Gibbrael Isaak sendiri sebelumnya sudah sering dipanggil dalam kasus suap, gratifikasi, dan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menjerat Lukas Enembe. Adapun Lukas sudah meninggal dunia ketika proses hukumnya masih berjalan. Dia mengembuskan napas terakhirnya di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta pada 26 Desember 2023.

KPK sebelumnya diketahui mendalami dugaan aliran uang hasil korupsi Lukas Enembe. Disinyalir salah satunya mengalir ke PT Rio De Gabriello atau Round De Globe (RDG) Airlines yang disebut-sebut sebagai investasi usaha.

Berdasarkan informasi, Lukas diduga mencuci uang dengan membeli saham perusahaan yang bergerak di bidang penerbangan itu. Selain itu, Lukas juga diduga memiliki pesawat pribadi yang kerap membawa uang hingga miliaran rupiah ke Jakarta maupun luar negeri dari Papua. 

Dugaan pencucian uang yang dilakukan Lukas terungkap setelah KPK menjeratnya di kasus suap dan gratifikasi. Dugaan pencucian uang Lukas terbongkar setelah dia diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka. Selain itu, Lukas juga menerima gratifikasi dari pihak swasta lain yang ingin mendapat proyek di Papua.

Dalam pengusutan kasus itu, KPK telah menyita sejumlah aset Lukas. Di antaranya, uang senilai Rp 81.628.693.000; 5.100 dolar Amerika; dan 26.300 dolar Singapura; aset berupa tanah dan bangunan; dan logam mulia.