Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menilai bahwa pemecatan Ipda Rudy Soik dari keanggotannya sebagai Perwira Menengah Pelayanan Markas (Yanma Pama) Polri berlebihan.

Pasalnya, sanksi pelanggaran etik prosedur penyidikan yang dialamatkan kepada Ipda Rudy Soik seharusnya tidak sampai ke tahap PDTH (pemberhentian dengan tidak hormat) dari Kepolisian di Polda Nusa Tenggara Timur (NTT).

“IPW menilai pemecatan Ipda Rudy Soik sangatlah berlebihan. Semestinya kalaupun benar Ipda Rudy Soik bersalah maka sanksi pemberhentian tetap sebagai Polisi adalah terlalu berat dan dapat dinilai tidak adil,” kata Sugeng kepada Holopis.com, Minggu (13/10).

Pun jika memang perlu dilakukan PDTH dengan standar dan prosedur institusi Polri, maka seharusnya pelanggaran yang jauh lebih berat dari apa yang dilakukan Ipda Rudy pun harus dilakukan perlakuan yang sama.

Faktanya kata Sugeng, ada pelanggaran yang jauh lebih berat dari apa yang dilakukan oleh Ipda Rudy, namun Polri tetap memberikan toleransi hingga kenaikan pangkat terhadap anggota tersebut. Sebut saja Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Ketika melakukan penembakan atas perintah Ferdy Sambo kepada Yosua Hutabarat, pangkatnya masih Bharada. Dan kini kabarnya, pangkat Richard naik satu tingkat menjadi Bharatu.

“Dalam kasus pelanggaran etik sebagai rentetan pembunuhan Brigadir Yosua di mana IPW memiliki catatan beberapa perwira yang diberi sanksi ringan bahkan telah berdinas kembali bahkan naik pangkat,” ujarnya.

Apalagi jika melihat dari kasus Ipda Rudy Soik, IPW mensinyalir bahwa ada kekuatan besar yang melakukan intervensi kepada Komisi Kode Etik Polri yang dibentuk oleh Polda NTT.

“Oleh karena itu, dalam pemecatan Ipda Rudy Soik IPW menduga ada jaringan oknum polri yang gerah dengan dibongkarnya pelanggaran penyalahgunaan bahan bakar minyak tersebut,” terangnya.

Sugeng juga menyampaikan bahwa dalam catatannya, Ipda Rudy Soik seharusnya mendapatkan penghargaan dari institusi Polri dalam konteks pengabdian dan dedikasinya terhadap penegakan hukum di Indonesia.

“Publik juga ingat akan prestasi Ipda Rudy Soik saat membongkar kasus TPPO di NTT yang seharusnya mendapatkan apresiasi dan menjadi pertimbangan,” jelasnya.

Atas dasar catatannya itu, Sugeng Teguh Santoso pun mendorong agar Mabes Polri turun tangan dengan melakukan evaluasi di jajaran Polda NTT untuk memastikan bahwa keputusan Kapolda NTT yang melakukan PDTH terhadap Ipda Rudy Soik sesuai prosedur dan berlandaskan azas keadilan.

“Pimpinan Tertinggi Polri Jenderal Listyo Sigit perlu menurunkan Propam Polri dan Itwasum Polri membongkar penyalahgunaan BBM di wilayah Polda NTT melalui putusan PTDH terhadap Ipda Rudy Soik dan meninjau kembali putusan tersebut agar aspek keadilan dapat ditegakkan,” pungkasnya.

Kasus Ipda Rudy Soik

Diketahui, Polda NTT melakukan sidang kode etik terhadap Ipda Rudy Soik, anggota Pama Yanma Polda NTT karena melakukan pelanggaran prosedur penyidikan terkait operasi penanganan kasus dugaan tindak pidana penyalahgunaan BBM. Di mana saat itu, Rudy Soik melakukan pemasangan garis polisi (police line) terhadap drum dan jerigen kosong di tempat Ahmad Ansar dan Algajali Munandar.