HOLOPIS.COM, MALUKU – Kegiatan sosialisasi pembubaran dan pencabutan baiat Jamaah Islamiyah (JI) masih terus dilakukan di seluruh Indonesia. Kali ini dilakukan di Maluku.
Dalam kesempatan sosialisasi dan deklarasi pembubaraan JI tersebut, salah satu eks amir, yakni Ustadz Abu Rusydan menyampaikan bahwa keputusan pembubaran ini bukan terjadi tiba-tiba.
Melainkan, ada berbagai rentetan proses dan pemikiran tentang evaluasi pergerakan organisasi tersebut.
“Pembubaran yang kita deklarasikan pada tanggal 30 Juni 2024 dan kita kembali ke pangkuan NKRI ini bukan keputusan yang tiba-tiba, tetapi melalui proses yang panjang,” kata Abu Rusydan dalam kegiatan yang diselenggarakan di Asrama Haji Kota Ambon, Sabtu (12/10).
Lantas, ia pun menyinggung tentang aksi Bom Bali yang terjadi pada 12 Oktober 2022 lalu. Menurutnya, keputusan Jamaah Islamiyah untuk melakukan amaliyah semacam itu salah besar.
“12 Oktober adalah peristiwa bom bali yang merupakan kesalah besar dan abadi yang dilakukan oleh kita anggota JI,” ujarnya.
Terlebih dalam peristiwa di di Jalan Legian, Kuta, Bali tersebut, sebanyak 203 orang meninggal dunia dan 209 orang mengalami luka-luka. Walaupun rerata korban adalah wisatawan asing, akan tetapi peristiwa terorisme terparah sepanjang sejarah Indonesia tersebut juga terdapat korban warga Negara Indonesia.
Oleh sebab itu, dalam momentum kesadaran kolektif yang terjadi pada Jamaah Islamiyah, Abu Rusydan pun menegaskan bahwa sudah seharusnya para jamaah meminta maaf kepada para korban dan keluarganya.
“Kita meminta maaf kepada korban yang diakibatkan oleh kegiatan Jamaah Islamiyah, dan kita juga meminta maaf kepada pemerintah yang sudah dibikin kerepotan dengan kegiatan JI selama ini,” tegasnya.
Di dalam kegiatan silaturrahmi tersebut, Abu Rusydan pun mengajak semua eks Jamaah Islamiyah untuk kembali mengevaluasi besar-besaran tentang gagasan dan pemikiran tentang Negara Islam yang memang dicita-citakan.
Apalagi jika melihat semua aspek kehidupan di Indonesia, nyaris tak ada ajaran Islam yang dipertentangkan oleh negara maupun pemerintah. Semua bisa berjalan dengan baik, mulai dari ibadah, tarbiyah dan dakwah.
“Kita perlu meninjau kembali mengenai menegakkan negara Islam di Indonesia, apakah memang negara ini perlu diperangi atau tidak dari segi ilmu dan fatwa,” papar Abu Rusydan.