Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi menyayangkan statemen Calon Gubernur Jakarta Dharma Pongrekun yang menyebut bahwa artificial intelligence (AI) adalah alat intelijen yang khusus untuk memata-matai.

Menurutnya, pemahaman Dharma Pongrekun tentang AI tersebut tak lebih dari teori konspirasi yang disajikan dalam debat terbuka Pilkada Jakarta 2024.

“Problem Jakarta yang kompleks dihadapi dengan teori konspirasi,” kata Ismail dalam tweetnya yang dikutip Holopis.com, Senin (7/10).

Pegiat AI ini pun memberikan penjelasan tentang artificial intelligence yang disinggung oleh Dharma Pongrekun. Menurutnya, AI tak seperti yang dipaparkan oleh Calon Gubernur independen itu.

“AI secara umum tidak dirancang secara inheren untuk menjadi alat mata-mata,” tegasnya.

Justru AI menurut Ismail adalah sebuah teknologi yang diciptakan untuk membantu menyelesaikan berbagai persoalan manusia. Semua dilakukan dengan alur proses yang sesuai kebutuhannya masing-masing.

“Berdasarkan data dan algoritma, seperti pengenalan pola, pengambilan keputusan otomatis, atau pemrosesan bahasa alami,” sambungnya.

Bahkan banyak aspek telah diselesaikan menggunakan bantuan AI, baik dari aspek kesehatan, transportasi maupun aspek dukungan ilmiah lainnya.

“Penerapannya sangat bergantung pada bagaimana ia digunakan, misalnya, AI dapat membantu di bidang kesehatan, transportasi, dan analisis data. Tetapi juga dapat disalahgunakan untuk pengawasan jika diterapkan tanpa pertimbangan etis dan hukum,” papar Ismail.

Ditekankannya lagi, bahwa AI bukan alat untuk memata-matai seperti narasi yang disampaikan oleh Dharma Pongrekun. Artificial intelligence hanyalah sebuah alat bantu dan pendukung untuk kebutuhan manusia berbasis teknologi.

“Intinya, AI memiliki potensi besar, baik positif maupun negatif, tergantung bagaimana teknologi ini dimanfaatkan dan diatur,” tandasnya.

Oleh sebab itu, ia pun mencoba meluruskan perspektif bahwa AI yang disampaikan Dharman hanyalah aspek dari sisi gelap AI, bukan menjadi faktor utama dari keberadaan artificial intelligence tersebut.

“Perspektif yang menyebut AI sebagai mata-mata buatan mungkin lebih menyoroti sisi negatif potensialnya, tetapi tidak mencakup keseluruhan kapasitas dan manfaat AI,” pungkasnya.